Pagi yang malu-malu muncul di sebuah tempat. Pagi yang masih berkabut. Setangkai mawar merah jambu merekah. Beberapa kuntum melati mewangi. Tak hanya itu, kicau kolibri pun terdengar disana. "Selamat pagi cinta...", sebuah suara terdegar entah darimana "Selamat pagi dusta..." sebuah jawaban terdengar juga. Mungkin dari balik kabut itu Seseorang duduk di beranda rumahnya sembari memandangi kabut yang pergi. Ia tertawa, entah kenapa. Tanganya meraih secangkir kopi dan mereguknya sambil matanya terpejam. Ini pagi yang menggeliat, desisnya. Pagi yang membawa kesegaran baru. Sebab malam tak menyisakan apa-apa selain keringat. Untunglah kelelahan itu terbawa ke alam mimpi dan tak bisa berkutik lagi, terbawa lelap. Tengah ia menikmati pagi yang masih berkabut itu, tba-tiba terdengar suara-suara yang membuat dahinya berkernyit. Kiranya penghuni di dalam rumahnya telah menyalakan tivi. "Mati, matikan saja tivi", serunya Tak ada jawaban melainkan dia sendiri yang bangkit dan mematikan tivi itu. Kenapakah ? dia membenci tivi ? Entahlah. Tak ada penjelasan. Hanya, sinar matanya menyiratkan banyak hal. Saya mulai menduga-duga kenapa dia membenci tivi "Aku tak membenci tivi...". akhirnya dia mulai menjawab ""Berita tivi itu sangat memusingkan kepala. Hanya unjuk berita yang berputar-putar di getaran yang sama. Kau lihat saja, korupsi. kolusi, gosip politisi. Tak ada solusi. Basi..." urainya lagi Hm..., tak jauh berbeda dengan dugaan saya sebelumnya. Maka wajarlah bila ia membuang berita tivi itu dari kepalanya. Mungkin inilah alasan kenapa dia menciptakan ruang sendiri di kepalanya. Ruang yang bisa ia isi dengan apa saja keinginannya. Tentu saja diawali dengan secangkir kopi. Sebab kopi selalu memberi cinta dan tak pernah berdusta. Sedang tivi, beritanya hanya tentang dusta para politisi. Dusta tiada henti, tak bertepi. Begitulah menurutnya. Maka mari ngopi dan lupakan tivi..., desisnya sambil ia meninggikan si cangkir kopi.  Oh, saya tak mengerti. Ah, lebih baik saya pergi.... Hanya kisah yang dibawa Ilalang saat ia menatap pagi dan angin menerbangkannya ke sebuah tempat sunyi. Diantara Che Quevara dan Ahmadinejad...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H