Mohon tunggu...
Elly Suryani
Elly Suryani Mohon Tunggu... Human Resources - Dulu Pekerja Kantoran, sekarang manusia bebas yang terus berkaya

Membaca, menulis hasil merenung sambil ngopi itu makjleb, apalagi sambil menikmati sunrise dan sunset

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Bukan Perempuan Biasa

21 September 2011   13:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:45 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Dia kah itu ? Saya bertanya-tanya tentang sosoknya. Seperti apakah ? Seistimewa apa ? Sehebat apa ? Tak ada jawaban kecuali angin yang terasa menampar-nampar wajah saya. Saya ikuti dia.  Dia baru saja keluar dari kamar mandi. Mengenakan sehelai handuk yang dililitkan di tubuhnya. Menuju dapur dan menjerang ketel airnya. Hanya butuh waktu 10 menit, secangkir kopi telah ia seduh.

Tak ada yang istimewa pada dirinya kecuali sinar mata yang keredupannya saya suka.  Perawakannya mungil. Pastilah dia bukan perempuan perkasa. Hanya, saat saya lihat dia mereguk cangkir kopinya saya pun tau dia memang bukan perempuan biasa. Dia mencium dulu wangi kopi itu sebelum mereguknya. Caranya mencium wangi kopi itu, he, buat saya begitu istimewa. Kau mau tau ?  Sungguh ?, Hm, dia memejamkan mata seolah hendak meyakinkan bahwa kopinya memang akan memberikan regukan nikmat.  Dari matanya saya tau dia sedang meyakinkan dirinya. Setelah keyakinan itu dia dapat, diapun mereguknya. Hahaha. Barulah saya yakin dia memang bukan perempuan biasa.

Tidak. Tentu, tidak itu saja. Sebab dia tidak menggunakan keperempuannya untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. Dia tidak memanipulasi perhatian dari lingkungan dengan kerlingan dari balik lentik bulumatanya atau dengan senyum merekah dari dari balik bibir bergincunya. Dia biasa-biasa saja. Dia memberi ruang pada dirinya sendiri untuk hidup nyaman bersama orang lain tanpa sekat dan tanpa prasangka. Buatnya perempuan haruslah nyaman dengan dirinya sendiri. Apa adanya. Selalu tersenyum pada apa yang hinggap pada dirinya. Dan, terus tumbuh memperbaiki diri.

Oh, darimanakah saya peroleh kata-kata tersebut ? Darinya... ? Bukan. Kata-kata itu saya dengar dari suara-suara yang muncul di kepala saya. Hehe, pantaslah orang-orang sering menyebut saya "Mahluk membosankan". Sedang dia, ah dia tak pernah mengatakan apa-apa. Tetap  saja saya yakin bahwa dia memang bukan perempuan biasa.

Hanya bisikan sesuatu yang sedang meliuk-liuk saat angin menggerakannya. Ilalang yang menari ketika angin tak henti bertiup di sebuah tempat yang kau tak kan tau dimana.

Silahkan baca juga  Ilalang, Menarilah !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun