Mohon tunggu...
Elly Suryani
Elly Suryani Mohon Tunggu... Human Resources - Dulu Pekerja Kantoran, sekarang manusia bebas yang terus berkaya

Membaca, menulis hasil merenung sambil ngopi itu makjleb, apalagi sambil menikmati sunrise dan sunset

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Ketika Gimmick Adalah Koentji, Slebew

23 Januari 2024   11:39 Diperbarui: 14 Februari 2024   23:57 717
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Slebew. Pagi yang merona, sambil mereguk secangkir kopi pahit, dan sepiring kecil bakwan homemade, gluten free, garing, setelah berkutat di dapur 15 menit. Entah mengapa saya merasa slebew. Slebew tak terperi. 

Saya, he, rasanya masuk  golongan straight to the point, yang gak gitu paham apa gunanya gimmick dan untuk apa?  Mau makan, saya tinggal buka tudung saji, ambil piring, makan. Jika ada yang tanya ke saya, Buku X letaknya dimana, saya tinggal jawab, di rak nomor tiga sudut paling kiri.

"Ah, kamu kuno" suara di kepala saya, hiks

'"Belajar dong, banyak gunanya gimmick itu"

"Gimmick itu koentji, bagi yang paham", suara itu lagi, seperti mengejek saya

Gimik atau gimmick adalah trik atau alat yang sengaja digunakan untuk menarik perhatian atau membujuk orang untuk membeli sesuatu, menerima, sesuatu, atau terbeli keyakinannya akan sesuatu

Begitulah sodara-sodara. Entah kenapa akhirnya saya tulis juga drama seputar Gimmick yang saya saksikan pada Debat Cawapres kedua kemarin. 

Untuk pemilih seperti saya, yang  entah kenapa kali ini malah masih berada di awang-awang, antara mau ikut milih atau traveling saja. Kemudian, setelah saya tundukkan keinginan mbeling mau Golput itu, saya juga masih gamang mau memilih siapa diantara para 3 pasang kandidat itu. Maka, nonton debat adalah salah satu jalan memasang radar, mengintip, menilai, kemudian menetapkan pilihan, katanya.

Berhasilkah saya ? entahlah. Rasanya saya akan traveling saja pada Hari yang Romantis itu nanti. Sekali lagi, entahlah.

Semakin hari, saya makin gak berselera dan kehilangan respect pada Hari Valentine yang padanya nanti padanya akan digelar pesta demokrasi itu. Semakin hari rasaya hari itu makin menjengkelkan. Padahal Hari Valentine itu tak salah apa-apa, kenapa saya jadi benci dia, he.

Slebew, kenapakah ?

Ketiga pasang kandidat itu makin menjengkelkan saya.

Anis, tampak terlalu pintar. Jago retorika. Kadang terlihat jago ngeles. Sering sekali, kepintarannya membuat saya jengah, atau tepatnya iri, lalu curiga. Apalagi dia berasal dari keluarga sederhana yang sempurna. Istrinya dokter yang sederhana. Kakeknya pahlawan, ibunya akademisi juga. Entah mengapa, ada sesuatu yang bikin saya makin gak suka dia. Lah...!?

Pasangannya, Cak Imin, saya taunya dia Keponakan Alm Gus Dur, baru keluar dari pesantren, tau kan pesantren yang saya maksud? Pengalamannya di Partai, lumayanlah. Kemampuan akademis, lumayan juga. Yang lain, saya tak tau. Istrinya berapa? polygami gak? saya tak tau. 

Pasangan kedua, Nah ini yang gemoi dan siru, hahaha. Paling tidak saya salut pada kesabaran dan ketabahan Pak Prabowo atas keinginannya untuk menjadi presiden, setelah berapa kali Hajat Pilpres dia gagal. 

Saya juga jengah karena isu seputar HAM yang melekat padanya. Saya tepiskan itu. Bukan saya tak suka Aksi Kamisan dsb (Kapan-kapan saya tulis alasannya ya).  

Kali ini dia jengkelin sekaligus gemesin. Kadang meletup-letup, sorry ye, sorry, haha. Kadang dengan santainya berkata-ini itu tentang rivalnya. Entah apa jadinya jika Indonesia dipimpin Wowo nanti. Tapi, entahlah.

Urai Jutha Bram, founder 4D analysis memprediksi, yang suka meletup-letup, mengeluarkan statement  kontroversial, memicu pasar yang volatile, berpotensi sebagai pemenang. Ah, wow ? 

Pasangannya, Gibran Rakabuming Raka. Siapa tak kenal dia. Saya tepiskan soal kontoversi Kenapa dia bisa jadi Cawapres, he, biarlah menjadi porsi para barisan lain. Saya, purely, tak punya barisan.  Dialah si tokoh Gimmick kita.

Semua miliki simbol dan makna. Jaket Naruto dan lain sebagainya. Apalagi Gimmick ketika dia beraksi nunduk-nunduk beberapa kali seolah mencari-cari sesuatu. Rupanya gimmick mencari jawaban atas pertanyaannya kepada Prof Mahfud MD. 

"Saya cari-cari jawabnnya, gak ketemu prof", ujarnya, hahahaha.  

Berhasilkah gimmicknya? 

Iya, kata timses dan pendukungnya, hahahaha.

Saya gak menyalahkan Mas Gibran, dia sudah berusaha. Bukan salah dia jadi anak presiden. Bukan salah dia juga ketika ada kemauan keluarga dia dimajukan sebagai Cawapres. Salah dia cuma satu, gak meningkatkan kemampuan, misal banyak membaca dsb, haiyah.

Saya menyalahkan tim suskes dan tim pemolesnya. Kalian ini gak becus kerja. Coba kalian dengar jawaban Mas Gibran saat closing statement. Cuma ngomong hal-hal normatif, yang gak jelas. Apa nian sesungguhnya ide kongkritnya ? 

Tak ada ide kongkrit tentang isu lingkungan pada program Pembangunan yang akan dilakuan.  Gak jelas. Seolah kalau mengatakan selain mengejar pertumbuhan ekonomi, tetap menjaga kelestarian lingkungan, itu artinya selesai. Gak segampang itu gaes.

Lalu sayup-sayup saya mendengar Mas Gibran berkata, Hilirisasi dan digitalisasi. Rasanya, ada yang memasuki mata saya, rasanya saya kelilipan, slebew.

Begitulah.

Loh, mana tentang pasangan Nomor 3? ah cari sendiri. Saya bukan pemuja bukan juga pembenci mereka. Saya suka prestasi Pak Ganjar. Saya suka sepak terjang pak Mahfud. Hanya, ada apa dengan beliau ini. Saat menyatakan masalah penegakan lingkungan, dia bilang pedang hukumnya lemah? apah...? Prof, dirimu itu Menko Polhukam Loh.

Saat ada yang bilang bahwa Prof sudah cukup sabar menghadapi recehnya Gibran, saya sepakat. Tapi ada hal lain yang saya gak sepakat.  Saat mendengar seorang menteri memprotes ini-itu sebuah rezim dimana ia secara sah berada didalam rezim itu, rasanya saya seperti sedang... ah sudahlah. 

Gimmick itu perlu? tapi substansi tetap utama, kata saya. Tim pemoles tinggal membekali Mas Gibran dengan banyak paket pembelajaran substantif. Cuma... ya waktu yang singkat memang sulit untuk menempa sebuah besi menjadi sebuah pedang, apalagi pedang yang tajam.

Ketika Pak Anis berkata, Gimmick dan atraksi itu perlu ketika subtansi lemah. Ketika substansi kuat, itu tidak perlu. Ya, saya okelah. Hanya saya gak sepenuhnya setuju. Gimmick itu perlu (Pof Mahfud juga bilang dia pake gimmick juga). Hanya, gimmick yang seperti apa, seberapa banyak, jangan kebanyakan porsi dan substansi harus utama.  

Bohong kalau pak Anis sama sekali gak pake gimmick, hayo. Bahkan ketika orang pengen terlihat bersih, polos tanpa atraksi, kadang itu gimmick juga.

Banyak orang sadar atau tidak sadar, diakui atau tidak diakui, sebetulnya menggunakan banyak gimmick. 

Gimmick itu Koenji, pada porsi yang tepat, slebew.  Bagi orang tertentu itu sah-sah saja. Substansi, apalagi, koentji bingits. 

Soal kemelekan isu lingkungan ke-3 cawapres bagaimana ? tiga-tiganya gak ada yang melek, ketiganya normatif saja, kata saya. Dari isu Bio Regional, payung hukum penegakan, greenflation dll.  Dan sayangnya Mas Gibran yang jadi terlihat sangat gak melek. Masa illegal penambangan illegal diselesaikan dengan  "cabut izinnya"? Apah...? gimana mau ada izin mas, wong illegal

Apakah pada Hari Valentine nanti, saya akan meromantiskan pilihan saya di bilik suara itu ? 

Tentu saja. Saya tak akan melepas suara saya begitu saja.  Diantara 3 pilihan itu, akan saya pilih yang paling kecil kebinasaanya bagi pembangunan Indonesia. Akan saya tepiskan segala jengah, benci, tak suka dsb. Itukan hanya soal rasa.  Semoga kau paham, slebew. Salam.

Apakah gimmick itu perlu?

  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun