Jika tahun-tahun sebelumnya Idul Fitri bisa dirayakan dengan meriah sebagaimana biasa, tahun ini beda. Buat saya pribadi, justru beda yang membuat kesannya begitu mendalam. Apa saja bedanya. Ini dia,
Tahun Pertama Idul Fitri Tanpa Abah
Tahun ini adalah pertama saya dan saudara-saudara tidak bisa sungkem alias bersujud ke orang tua kami. Jika tahun sebelumnya masih ada alm.abah kami untuk kami datangi dan jadi alasan keluarga besar kami berkumpul bersama. Tahun ini tidak lagi.Â
Alm.Abah kami berpulang ke rahmatullah bulan Agustus Tahun 2019. Sedang ibu kami berpulang Bulan Januari Tahun 2010 lalu. Rupanya kini kami yatim piatu.
Biasanya saat memasak untuk hari lebaran saya pasti menyesuaikan menu dengan selera abah kami. Kami adik beradik akan membawa rantangan untuk abah dan untuk makan bersama.Â
Ya sudah tradisi keluarga kami saat hari pertama Idul Fitri kami, kami belum menerima tamu dan belum bertamu kemanapun. Kami acara keluarga berkumpul di rumah tua kami. Sejak 2 (dua) tahun belakangan kami berkumpul di rumah kakak lelaki kami karena alm.Abah kami tinggal disana.
Menu Favorit Abah kami adalah Opor ayam kampung, yang kadang kami buat Anam. Biasanya saya akan bawa 3 (tiga) rantang lauk spesial untuk abah kami Opor atau Anamnya adalah pukang (paha) ayam kampung. Â
Ketika selesai masak kemarin, saat istirahat dan saya memandangi panci-panci berisi gulai anam dan malbi yang selesai saya masak, saya teringat alm.Abah kami. Jadi untuk apa saya buat lauk-lauk ini? ada rasa sedih muncul begitu saja.Â
"Buat papa ma...." suami saya mengingatkan sambil dia tertawa
He, tentu saja buat suami dan buat saya. Tetapi biasanya saya lebihkan masak untuk rantang abah kami. Untunglah ayam kampung yang saya masak ukuran kecil.Â
Ngumpul keluarga saat lebaran itu paling maknyus memang ya. Cerita-cerita, makan bersama.
Selesai makan bersama, biasanya kami akan foto bersama. Tentu saja alm.Abah kami sebagai bintang utama.Â