Bahwa netizen cenderung nyolot tanpa tau pasti apa yang dimaksudkan oleh orang yang dia kritisi itu kita sudah mahfum. Saya pun kadang terjebak juga pada judul berita yang ya memang digoreng banget biar gurih dan menaikan ratting beberapa kanal online.Â
Tetapi, tetap saja siapapun harusnya mencari substansi secara lengkap dan mencari landasan ilmu untuk menentang atau mendukung substansi yang sedang kita bahas.Â
Saya, meski setuju atau tidak setuju, akan berusaha fair. Pertama saya baca dulu isi berita yang dibahas itu secara lengkap. Mencari sumber berita valid. Membaca teori sekitar pendapat tersebut.Â
Setelahnya baru mencari landasan validasi ilmu (meski lemah sekalipun) dalam menolak atau mendukung pendapat tersebut. Saya kira ini dipakai banyak orang.
Tenang, saya juga tidak plek setuju pendapat anggota partai tertentu  yang mengatakan bahwa Kamar anak laki-laki dan perempuan harus dipisah untuk menghindari incest. Apalagi ketika KPAI mengatakan bahwa orang akan hamil gara-gara berenang di kolam yang campur antara perempuan dan laki-laki.Â
Saya bolak-balik mencari sumber berita valid dan mencari tau alasan KPAI mengatakan hal tersebut, ya saya tetap tidak setuju bahwa orang bisa hamil gara-gara berenang (kecuali berenang di kolam cinta dalam arti ehm-ehm).
Tetapi, tidak semua pendapat anggota partai, KPAI, pendapat siapapun, harus saya nyinyiri, saya goreng dan saya bully hanya gara-gara bertolak belakang dengan pengalaman saya.Â
Ini saya lihat di linimasa sosmed saya, Facebook dan twitter terutama betapa netizen telah berlebihan menyinyiri dan agak membully pendapat orang hanya gara-gara bertolak belakang dengan pengalaman hidupnya.
Ada yang berkata, "Ibuk itu baca buku apa sih sampe bilang kamar anak perempuan dan laki-laki dicampur akan mengakibatkan incest ? "Pendapat ini masih sopan sih kata saya.
Ada yang nyolot berkata "kok begini amat ya fantasy seks bejat & menjijikan..", dengan emoticon muarah.Â
Bahkan ada yang lebih marah lagi dan berkata: "Kalo bikin UU konsiderannya kok selalu moralitas selangkangan orang-orang ini. Apa mungkin karena otaknya isinya sperma?"Â
Lalu terdengar samar-samar, dasar kadrun...
Apakah kenyinyiran netizen adalah bukti rendahnya budaya baca atau sebuah sikap kritis? Bisa ya, bisa juga tidak keduanya.Â
Tetapi saya percaya, dengan era digital dan internet di mana orang bisa menemukan apa saja yaang sedang terjadi di belahan bumi mana saja ini membuat orang bisa bersikap kritis dan bisa memberikan pengawalan terhadap kerja pemerintah.Â
Termasuk rencana RUU Ketahanan Keluarga yang sedang ramai disorot saat ini.Â