Selanjutnya, petani penggarap tidak mengusai pasar. Pasar oligopsoni (persaingan tidak sempurna) dimana petani tidak memiliki posisi tawar. Hampir bisa dikatakan mereka mayoritas terjerat tengkulak yang mengusai pasar Bahan Olah Karet Rakyat (Bokar) di Sumatera Selatan.Â
Banyak sebab, antara lain rendahnya kualitas Bokar, pasar lelang karet yang belum optimal, rantai pasar yang dikuasai dan "dikondisikan" oleh tengkulak. Ketika petani penggarap diajarkan membuat sheet angin yang baik, tetapi sheet angin tersebut  tetap dibeli dengan harga tidak memadai. Â
Pedagang perantara  tidak  bersedia secara konsekwen membedakan harga Bokar bersih dan harga Bokar tidak bersih. Sisi lain, petani penggarap terpaksa harus menjual Bokarnya ke tengkulak karena desakan kebutuhan hidup, sebagian bahkan terjerat hutang ke tengkulak.Â
Sumbagan kemiskinan terbesar di Sumatera Selatan dipengaruhi peran komoditas perkebunan dan tata niaga karet. Maka rekomendasi yang diberikan antara lain adalah peningkatan peran pemerintah dalam memperbaiki tata niaga karet seperti merangkul tengkulak agar kembali ke jalan yang benar (mungkin dijadikan pengurus BumDES dsb), mengoptimaliasi Pasar lelang Karet, melakukan pendampingan petani dalam meningkatkan kualitas Bokar sampai mereka mendapatakan harga jual yang layak.Â
Sampai disini, saya bilang sih TKPD Sumatera Selatan yang dipimpin Bapak Wakil Gubernur telah bekerja dengan baik. Sudah ada tools aplikasi Sigertak untuk melihat penanggulangan kemiskinan di 17 Kabupaten/kota dan lain sebagainya.Â
Tinggal bagaimana pemantapan rekomendasi tersebut di program penanggulangan kemiskinan yang tertuang di RPJMD, RKPD dan lain sebagainya. Meski agak susah bukan berarti tidak bisa menyadarkan kawan-kawan di perangkat daaerah untuk mengubah pola pikir, program/kegiatan jangan bussiness as usual tapi yang betul-betul dibutuhkan petani.
Saat ini Angka Kemiskinan Sumatera Selatan pada September 2019 sebesar 12,56% turun dibandingkan bulan September 2018 yang sebesar 12,82%. Â Angka kemiskinan di perdesaan sebesar 12,93%, lebih tinggi dibanding perkotaan yang sebesar 12,19%. Masih banyak effort dan kerja keras dan kesungguhan yang diperlukan menuju Sumatera Selatan di bawah 1 digit. Â
Begitulah. Sekali lagi, jangan panik melihat data, hal yang lebih penting adalah mencermati ada apa dibalik data tersebut. Apakah kemiskinan kita adalah hulu atau hilir. Paling penting lagi, ayo perbaiki dan benahi program percepatan penanggulangan kemiskinan berdasarkan pendalaman karakteristik tersebut. Â
Tidak ada amal yang paling bermanfaat bagi umat selain memberi kesungguhan dengan pekerjaan kita. Termasuk, kesungguhan dalam penanggulangan kemiskinan.
Salam Kompasiana. Salam Kompal selalu. Mau baca tulisan lain saya tentang kemiskinanÂ