"Assalamu'alaikum..", katanya sambil mengetuk pintu
Dia disambut oleh seorang perempuan tua yang tersenyumÂ
"Nenek masak apa? " ujarnya sambil memeluk perempuan tua itu
"Pimdang teri caampur ubi kayu kesukaan kau dulu..."
Jawaban yang membuat Mona semakin erat memeluk  perempuan tua itu. Keduanya nampak terus berbincang sambil mereka berbuka puasa.
"Darimana saja tadi kau, Mona?"
"Dari makam ibu nek. Sisanya merenung di tepi danau.." jawabnya pelan. Bibirnya sedikiit naik membentuk senyum.
Hari ini puasa terakhir. Ketika ia melintasi surau sebelum tiba di rumah neneknya, dia mendengar takbir sebagai penanda besok Idul Fitri. Ya besok adalah Hari Raya Idul Fitri. Â Mona, Perempuan muda itu tak pulang ke rumah bibinya seperti beberapa tahun terakhir.
Jika hakekat Idul Fitri adalah pulang kepada fitrah manusia yang suci, maka ia ingin pulang kepada fitrahnya, pulang kepada dirinya  yang dulu. Pulang kepada jiwanya yang dulu, jiwa merdeka. Sesuatu yang sulit ia rasakan sebab Idul Fitri seolah membelenggunya. Ia ingin Idul Fitri kali ini ia betul-betul pulang kepada hakekat jiwanya yang fitri.
Ia pulang ke kampung ibunya. Pulang yang membuat ia keluar dari hingar bingar dunia sebab ia pulang ke kampung ibunya nun jauh di pelosok yang tak miliki akses internet. Pulang yang membuatnya bisa melihat lagi bahwa dibalik watak keras ibunya, ia menyayangi Mona.