Entah kenapa siang ini sesuatu di kepala saya membisikkan permintaan untuk menuliskan hal ini. Maka dari balik ruang kerja saya dengan jendela di mana saya bisa mengintip LRT Sumsel yang lalu-lalang, memandangi langit mendung dan daun-daun pepohonan tepi pagar kantor ditiup angin, saya menuliskan tulisan ini. Sambil menurunkan nasi dari menu makan siang yang baru saja saya santap, saya menulis. Boleh dong, kan masih jam istirahat, sholat dan makan (ishoma).Â
Tentu saja bukan tanpa sebab. Sejak kemarin sampai siang ini saya merasakan betapa jengahnya dipaksa menerima dan membaca pesan Whatsapp (WA) politik di WhatsApp Group (WAG) yang saya ikuti. Sebetulnya bukan kemarin dan hari ini saja, sudah sejak lama kejadian itu terjadi. Rasanya... maaf, saya seperti dipaksa membaca sampah WA seperti itu.Â
Ya, beginilah kondisi WhatsApp Group saat jelang pilpres 2019. Pesan politik berseliweran dihampir semua WAG. Entah sesuai atau tidak sesuai dengan platform grup (kalau ada platformnya), pada maen hajar share pesan berbau politik. Dunia per-WAG-an sudah menjadi ajang jualan politik Pilpres 2019.
Apa saja? Banyak. Dari WA pro dan kontra tentang pihak paslon 01 dan 02, sampai pesan yang sangat intolerance bahkan SARA. Herannya, meski sudah ada info yang mengatakan ada intel yang mengawasi WAG (masa sih), rupanya tidak menyurutkan pesan WA politik itu dishare secara sembarangan di WAG.
Kemarin siang, hiks, di salah satu WAG lokal yang saya ikuti, situasi runyam muncul gegara kunjungan kerja Presiden Jokowi ke Palembang. He, jika kompas.com menurunkan tulisan tentang elektabilitas Jokowi disinyalir cuma 37% di Sumsel, saya menurunkan tulisan ini saja. Apa pasal? Sebab yang pro dan kontra kunjungan tersebut menyikapi dengan komen di WAG secara tidak rasional. Tentu saja alasan dibalik itu semua adalah karena perbedaan pilihan politik.Â
Ada yang langsung membagikan link berita memojokkan pihak kubu petahana, ada yang membagikan kegiatan politik kubu lawannya dengan puja-puji dan menyuruh yang lain percaya. Sisanya komentar saling sindir dan saling serang, dengan bahasa beragam. Halus, kasar, kalimat bersayap yang sebetulnya memicu kebencian, dsb.
Pagi ini, di WAG terkait alumni tempat kerja, he, saya masih juga dipaksa membaca sampah. Saya sebut sampah sebab dishare tidak melihat konteks dan situasi lagi. Wong pesan ajakan Acara Reuni Demo 212 dishare di grup alumni kerja yang anggotanya sangat beragam.Â
Ada yang muslim, ada yang non muslim, ada yang Muslim tapi bukan fans 212, ya memang ada sih yang simpatisan 212 tapi ya kok tidak menghargai perbedaan. Seolah bilang siapa saja boleh menshare apa saja. Tinggal yang membaca mau setuju hayo, tidak setuju delete saja, wew. spechless saya.Â
Sebetulnya, ada hal-hal yang harus kita ingat sebelum menshare pesan WhasApp. Berikut 5 hal kenapa kita harus bijak sebelum menshare pesan politik dan berbau SARA di WAG menurut saya;
- Jangan menshare pesan WA berbau politik dan SARA secara sembarangan. Kita tidak bisa memaksa kehendak pilihan politik kita kepada orang lain. Sebab pilihan politik itu sesuatu yang terkait latar belakang. Entah agama, tingkat pendidikan, lingkungan dsb.
Pilihan politik orang lain adalah hak asasinya. Sedangkan WAG adalah tempat ajang silaturahim sebuah kelompok. Kecuali anda menshare tentang paslon A dan menjelekkan paslon B di grup timses paslon A. Masih masuk akal sih, meskipun ya bahaya juga ketika kritik dan fitnah itu tidak berdasar dan hoax mulu - Jangan menshare berita politik di grup keluarga, grup kerja, grup komunitas. Kenapa? sebab dipastikan akan timbul kerunyaman. Tidak semua anggota WAG sepandangan dengan anda. Hati-hati juga, pesan anda bisa membahayakan anda sendiri. WAG konon bisa diretas oleh yang bukan anggota loh, bisa bahaya kalau anda menshare pesan yang tendensius dan tak jelas, apalagi yang hoax dan bersifat fitnah terhadap kelompok tertentu. Bisa dilihat di sini
- Jangan menshare WAG agama dan rasis secara sembarangan meski menurut anda mayoritas anggota WAG sama agama dan tingkat kefanatikannya dengan anda.
Menurut saya itu aneh dan sangat tidak bijak. Sebab dunia ini, termasuk dunia WAG bukan soal mayoritas dan minoritas. Semua orang dan semua pihak harus dihargai keyakinan, perasaan dan pilihannya. - Berbagi nasehat agama, syiar agama itu bagus. Hanya jangan maksa dan dishare pula secara sembarangan. Pesan agama ya share di grup pengajian. Jangan lupa lihat-lihat dulu pakem grup pengajiannya. Pengajian wirid dan salaf jangan anda kirimi pesan ajakan demo 212, bisa berabe. Kecuali kalau anda kirim di grup pengajian 212.Â
- Luaskan pikiran. Perbanyak membaca buku. Jangan jadi pengamat politik dadakan sok teu hanya dari membaca share link yang ditulis orang dan anda share ulang sembarangan pulak.
Perbanyak amal dengan berkerja nyata. Kurangi menghabiskan waktu di WAG. Lebih baik bekerja dan beraktivitas di dunia nyata. Dengan demikian, dijamin akan mengurangi anda dari hal kurang berfaedah yaitu menshare pesan WA berbau politik dan SARA. Kecuali anda buzzer paslon. Buzzer paslon juga harus melihat situasi seperti uraian saya sebelumnya. jangan asal share.Â
Begitulah. Berinteraksi di WhatsApp ada etikanya juga. Banyak yang sudah menuliskan etika berinterkasi melalui pesan di WAG tersebut. Salah satunya di sini. Apalagi etika menuliskan pesan WA politik dan SARA, harus lebih hati-hati dan bijak.