Saya tidak kaget dengan suasana emosional Indonesia tiap kali ada pergantian menteri. Â Sering terjadi, ganti Menteri, ganti kebijakan, bahkan bisa dikatakan hampir selalu seperti itu. Maka gejolak seputar adanya gebrakan kebijakan baru itu menyeruak dimana-mana. Semua orang punya pendapat, pro dan kontra, biasa saja. Tetapi, saya ingin kita melihat ini dengan kacamata jernih. Bahwa kondisi Indonesia itu spesifik dan tidak seragam di semua wilayah. Dispariitas terjadi antar wilayah. Mbo yao kenali betul dulu masalah, barulah buat kebijakan. Jangan sampai terburu-buru buat kebijakan hanya untuk menyelesaikan masalah yang sebetulnya bukan masalah semua wilayah Indonesia. Tidak usah buru-buru mengeluarkan gebrakan di awal. Hal yang lebih penting adalah bagaimana sitem pendidikan Indonesia jadi membaik, kualitas pendidikan Indonensia jadi meningkat selama beliau-beliau itu jadi menteri, ini baru keren.Â
Bagi saya pribadi Full Day School itu bagus. Bagus untuk diterapkan di Jakarta dan Pulau Jawa yang rata-rata infrastuktur menuju sekolah bagus, sarana prasana sekolah bagus, distribusi guru merata. Saya sulit membayangkan apa jadinya jika diterapkan di pelosok terpencil Indonesia lain yang untuk mencapai sekolah saja siswa harus berjalan kaki sangat jauh, mungkin pula harus bersampan dulu atau meniti jembatan ambruk seperti kejadian di sebuah wilayah yang masuk berita seantero dunia  sehingga anak-anak itu dijuluki "Indiana Jones dari Indonesia".  Para siswa di pelosok butuh waktu berapa jam mereka untuk mencapai sekolah. Sesampainya di Sekolah, kondisi sekolah tak nyaman pula, banyak gedung rusak, ruang kelas bocor, gurupun jarang hadir, lebih banyak diisi oleh guru honor. Laboratorium tidak lengkap, alatnya banyak rusak. Ruang olahraga tidak memadai dan lain sebagainya (Nah bagaimana mau tidur siang di sekolah, belajar musik, berolahraga dll  !?)
Indonesia itu bukan Jakarta doang. Bukan pula wilayah-wilayah di Pulau Jawa doang yang rata-rata lebih maju dibandingkan wilayah dan pulau-pulau lain Indonesia. Sebagai contoh, cerita seorang blogger, Bung Eko Nurhuda, zaman dia sekolah di Batumarta, dan kondisi belum banyak berubah saya kira, untuk mencapai sekolah harus berjalan kaki jauh melewati hutan dan kebun karet. Jika full day school diterapkan, pulang sekolah jam 4-5 sore, alamat kemalaman di jalan dan bisa-bisa diterkam hewan buas. Itu baru sebagian kecil wilayah. Bagaimana dengan di Kalimantan, NTT, NTB, Maluku dan lain sebagainya. Â Jangan sampai gara-gara diterapkannya full day school, maka siswa mengambil jalan pintas, sehari sekolah sehari libur (jangan-jangan nanti sehari sekolah, 3 hari libur). Atau jangan-jangan gurunya jadi banyak bolos karena kecapekan harus mengawasi siswa seharian. Semoga tidak.
Sekali lagi, full day school itu bagus, saya setuju, tapi bukan itu permasalahan mendasar pendidikan di Indonesia. Banyak hal yang lebih dulu harus dibenahi dan disiapkan. Hal yang lebih mendasar adalah peningkatan kuantitas dan kulitas sarana prasana sekolah. Perbaikan kualitas pendidik dan tenaga kependidikan. Masuknya TIK dalam Kurikulum 13. Hal yang tidak kalah penting adalah peningkatan Infrastruktur dasar menuju sekolah. Semoga saya salah, semoga kebijakan Full Day School ini bukan sebuah kelatahan Menteri baru. Salam.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H