Mohon tunggu...
Elly Suryani
Elly Suryani Mohon Tunggu... Human Resources - Dulu Pekerja Kantoran, sekarang manusia bebas yang terus berkaya

Membaca, menulis hasil merenung sambil ngopi itu makjleb, apalagi sambil menikmati sunrise dan sunset

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Tangisan Langit

23 Agustus 2010   15:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:46 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Langit menangis untukmu, sungguh, ketika kau berjelaga. Jelaga yang muramkan rupamu hingga tatapanmu memburam. Keburaman yang bawa dirimu pada bilik kemuramanmu. Kemuraman sebab jenuhmu terbentuk ketika tawa canda tak lagi mampu petik dawai rasamu. Rasamu kelu. Kelumu bukan pilu katamu tapi sendu. Sendu yang menarik gelegar bilik jiwamu buncahkan tangisan ke langit. Dan langitpun menangis. Tangisan yang derunya padamkan jelagamu. Entah berapa banyak manusia serupamu yang berjelaga hingga membuat langit menangis sambil berkata, bosan aku pada jelagamu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun