Langit menangis untukmu, sungguh, ketika kau berjelaga. Jelaga yang muramkan rupamu hingga tatapanmu memburam. Keburaman yang bawa dirimu pada bilik kemuramanmu. Kemuraman sebab jenuhmu terbentuk ketika tawa canda tak lagi mampu petik dawai rasamu. Rasamu kelu. Kelumu bukan pilu katamu tapi sendu. Sendu yang menarik gelegar bilik jiwamu buncahkan tangisan ke langit. Dan langitpun menangis. Tangisan yang derunya padamkan jelagamu. Entah berapa banyak manusia serupamu yang berjelaga hingga membuat langit menangis sambil berkata, bosan aku pada jelagamu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H