Mohon tunggu...
Elly Kartika Sari
Elly Kartika Sari Mohon Tunggu... Jurnalis -

tuts komputer lebih lebih berarti dari ingatan yang tajam. Tuliskan, tulisan. Salam kenal, bisa kontak saya di sini WA - 082158513991

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sabarlah Nak!

15 Desember 2015   19:23 Diperbarui: 15 Desember 2015   19:36 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Foto dari koleksi Elly Kartika Sari"][/caption]Sabarlah nak, mama masih bersiap diri. 

Ibu, adalah panggilan paling berkesan yang akan disandang seorang perempuan yang telah memutuskan untuk hidup bersama seorang lelaki yang entah bisa membahagiakan selamanya, atau hanya sementara. Tetapi, Ibu bukan panggilan bagi seorang pria yang menikahi Anda. Ibu adalah panggilan dari mulut mungil yang sembilan bulan betah berada di dalam rahim Anda. Hidup hanya dengan cairan ketuban bening, bernafas dan mengantungkan hidup hanya dengan kebesaran Tuhan. Dan tentu kepercayaan pada di ibu.

Anda bisa saja bahagia menjadi ratu sehari. Segala mata tertuju pada Anda yang disolek penuh cinta, dan saat itu suami makin percaya diri telah memilih perempuan cantik yang akan mengurus segalanya untuknya. Memasak, mengurus rumah tangga, mencintainya, membesarkan anak-anaknya dan yang terpenting menjaga kehormatannya. Segalanya harus disandang oleh perempuan yang memutuskan untuk menikah. Menjadi seorang istri dan ibu. Woow sungguh luar biasa. Saya belum mengalami perasaan seperti perempuan itu tapi saya yakin Anda merasa perempuan paling sempurna.

Suatu hari, saya mengenal seorang ibu. Dia mengaku memiliki dua anak dan bangga dengan kehadiran mereka bedua. Kami terlibat perbincangan asik, bagaimana ia bisa melewati hidup LDR sebelum menikah hingga memutuskan untuk menikah. Saya yang belum berpengalaman memerhatikan dengan seksama setiap kalimat. Tentu saya ingin menyerap hikmah dari pengalamannya. Tapi alis saya berkerut ketika dia merasa kegiatannya sangat monoton. Menjadi ibu adalah peran yang membosankan, saya tersenyum dan bertanya dalam hati, Benarkah?

Di lain hari, tempat terpisah, waktu yang cukup jauh setelah kejadian itu. Saya bertemu lagi dengan ibu dua anak. Dia berbeda agama dengan saya. Penampilannya sangat sederhana, meski saya tahu dia adalah seorang pengusaha. Ibu muda yang juga bangga dengan kehadiran buah hatinya. Dengan semangat dia menceritakan perjuangannya melahirkan anak keduanya. Harus ke Singapura, tetapi bukan soal itu yang kali ini juga mengerutkan kening saya. "Saya bangga melihat tumbuh kembang anak saya, sejak kecil tidak ada yang saya lewatkan dari perkembangannya. Saya benar-benar membiarkan ia tumbuh dengan cinta kasih saya, dan pendidikan sejak dini dari ibunya merupakan hal paling mendasar," ujarnya. Lag-lagi saya yang belum pernah mengalami hanya membayangkan bagaimana ia harus menyiapkan beberapa kartu dengan aneka warna dan menyebutkan warna dalam bahasa Inggris kepada anak berusia enam bulan yang saya pikir belum bisa mengerti warna dan memahami kata. Saya tersenyum dan lagi-lagi bertanya, berkomunikasi dengan buah hati yang belum benar-benar paham itu adalah efekttif untuk masa depannya, Benarkah?

Kemudian, saya bertemu seorang ibu lagi..

 

*Bersambung

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun