Rencana PT KAI Commuter Jabodetabek menanggung kenaikan tarif dasar KRL (Kereta Rel Listrik) patut diapresiasi. Meski harga tiket KRL akan naik per 15 Oktober ini, toh penumpang tak dibebani kenaikan tersebut karena pemerintah berkomitmen akan menambah subsidi atau Public Service Obligation (PSO) untuk KRL Jabodetabek.
[caption id="attachment_364404" align="aligncenter" width="300" caption="begini suasana stasiun jika KRL mengalami gangguan"][/caption]
Menurut pemberitaan sore ini di beberapa media online sore, kenaikan PSO akan digunakan oleh PT. KAI untuk meningkatkan pelayanan seperti perbaikan toilet, media informasi, loket penumpang, kursi tunggu penumpang dan sejenisnya. Pertanyaan selanjutnya adalah, bukan kah lebih penting penambahan armada KRL dibanding perbaikan fasilitas penunjang tersebut?
[caption id="attachment_364405" align="aligncenter" width="300" caption="stasiun Manggarai di pagi hari"]
Sekali lagi, bagi para pengguna KRL, menggunakan jasa KRL Jabodetabek memang menjadi satu-satunya pilihan. Meski harus berhimpitan di dalam gerbong setiap pagi dan sore, tak ada lagi pilihan yang lebih baik. Mau naik Trans Jakarta atau kendaraan umum? Bisa membuang waktu hingga dua jam untuk sampai ke tempat kerja. Mau nggak mau, KRL yang hanya butuh waktu 30 menit memang menjadi solusi.
[caption id="attachment_364406" align="aligncenter" width="300" caption="berhimpitan bak sarden dalam kaleng"]
Oke, KRL memang dibutuhkan oleh kami sebagai pengguna dan bagi warga Jakarta dan sekitarnya. Tapi itu bukan berarti pihak manajemen mengabaikan kenyamanan kami kan? Terbayang, umpatan, jeritan dan omelan para penumpang selalu terdengar setiap pagi di dalam gerbong wanita yang saya tumpangi. Tersenggol sedikit saja, penumpang di sebelah sudah melirik tajam. Padahal, sesaknya penumpang jelas membuat kami harus berhimpitanbak sarden dalam kaleng. Apalagi jika masinis tak lihai mengerem, duh….kami yang sudah terhimpit akan bergoyang ke kanan, kiri, depan dan belakang.
[caption id="attachment_364407" align="aligncenter" width="300" caption="berdesakan menjadi hal biasa"]
Baiklah, perbaikan fasilitas penunjang seperti loket, toilet dan lain-lain memang perlu. Tapi sebagai penyelenggara jasa, pihak manajemen harusnya menerapkan prinsip penumpang adalah raja. Setidaknya pemandangan seperti yang terjadi setiap pagi dan sore di saat jam-jam sibuk seperti pada foto ini semoga hanya tinggal sejarah, jika pihak manajemen mau melakukan kalkulasi berapa jumlah kebutuhan armada dibandingkan dengan jumlah penumpang. Setidaknya, kami sebagai pengguna bisa merasakan sedikit rasa nyaman saat menumpang KRL Jabodetabek. Apakah ini sekedar mimpi di siang hari?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H