"Ya kok gitu sih. Kan ibu dah bilang, setelah baca buku kembalikan ke raknya. Kalau nggak, jangan baca buku banyak-banyak dong sayang."
"Kalau gitu, aku nggak baca lagi deh, Bu," jawab si sulung dengan santai.
Gubrak!
Rumah kami yang kecil, hanya punya tempat terbatas untuk menyimpan mainan, buku-buku yang jumlahnya ratusan. Lah, salah sendiri kenapa dulu pake heboh beli mainan ini itu. Alasannya demi menstimulasi perkembangan motorik kasar dan halus si kecil. Sekarang, setelah si kecil senang mengeksplorasi mainan yang kita belikan, kok jadi kitanya yang pusing sendiri. Wahahaha, ampyuuuun lagi deh. Angkat tangan. Mesti dibawa ketawa kali ya, biar uban nggak nambah, biar rambut nggak rontok karena ditariki (akibat pusing).
Rencananya tiga tahun ke depan, kami sekeluarga akan pindah rumah. Ke rumah sendiri, karena yang sekarang ini rumah dinas. Ada satu impianku untuk mengatasi agar kepala tidak pusing terus melihat rumah yang berantakan endless. Yakni, menyediakan satu play room untuk semua ini. Biar anak-anak boleh bermain sebebas-bebasnya di ruang itu. Silahkan eksplorasi mainan atau buku yang disuka. Aneka mainan akan dipajang sesuai tingkatan umur. Biar mereka bisa melihat kenangan ketika mereka mulai mengisap jempol, merangkak, mulai belajar berdiri, mulai mukul-mukul drum kecil, mulai menekan-nekan tuts piano mainan, membuat anek bentuk dengan aneka jenis lego, hingga mereka mulai bisa menulis di buku atau majalah PlayHouse Disney.
Dengan adanya ruangan tadi, setidaknya ruang tamu tidak ikut-ikutan jadi kapal pecah. Ibu tidak perlu uring-uringan karena melihat rumahnya benar-benar seperti kapal pecah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H