Orang lain, yang sama-sama rakyat biasa, yang akan siaga menolong dan perlu kita tolong.
Maka bertengkar soal pandangan politik adalah hal sia-sia.
Sejak saat itu, saya kemudian membiasakan untuk mem-follow orang-orang yang secara nyata berbeda pandangan. Saat itu juga saya berdialog dengan beberapa kawan muslim yang bagaimanapun merasa tersakiti dengan kata-kata Ahok.Â
Saat sesama teman Nasrani kebanyakan dengan mudah menghakimi pemotongan rekaman video yang beredar, saya tahu persis, tidak layak untuk saya menghakimi pemikiran itu.
Saat ini, di setiap isu yang beredar, linimasa saya berisi spektrum yang beragam:
- Kontra tapi diam saja
- Kontra, membaca, lalu bersuara
- Kontra, berisik, tapi tidak membaca
- Pro tapi diam saja
- Pro, membaca, lalu bersuara
- Pro, berisik mencela
- benar-benar tidak mau tahu
- Sok netral dan merasa bijaksana dengan hal itu
- Mencari bagian yang lucu
- Membagi bagian mengharukan
- dsb dst dll
Buat saya, ini kemewahan tersendiri, karena menghindarkan saya dari perasaan final atas apa yang saya pikirkan. Saya terus menggali dan mencoba melihat kenapa yang pro tetap pro dan yang kontra semakin kontra, dan dari sana saya memutuskan pilihan personal saya.
Hal yang bisa kita coba
Dari pemaparan tersebut, berdasarkan pandangan dan pengalaman saya yang sangat terbatas, saya mengajak kita untuk mematuhi nasihat hebat, sederhana, namun tak mudah, dari Pramoedya Ananta Toer "seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran apalagi dalam perbuatan"
Hal ini terwujud lewat cara-cara sederhana:
- Selalu coba pahami narasi yang berbeda, dengan berdialog dan memantau opini pihak seberang. Ikutilah mereka (di media sosial) yang memutuskan pilihannya dengan bertanggung jawab, bukan dengan retorika-retorika kosong. Teruslah penasaran mengapa pihak seberang begitu yakin dengan argumennya, siapa tahu dari sana, pendangan kita diperkaya.
- Berhati-hati sebelum memilih untuk bersuara. Skeptislah dengan pemikiranmu, audit dulu kerangka pikirmu, dan tak kalah penting, cek privilege-mu, barulah bagikan pikiranmu. Membela dan menolak itu hanya pilihan akhir, yang tidak secara langsung mengubah nasib bangsa ini (kecuali kita anggota DPR atau menjabat posisi penting), namun di media sosial everyone is influencer jadi pastikan kamu menginfluence followersmu dengan pemikiran yang sudah ditimbang baik-baik.
- Nyatakan argumenmu dengan empati. Jangan hakimi mereka yang turun ke jalan, jangan terlalu enteng menyebut mereka bodoh, kurang kerjaan, dan sebagainya. Ingatlah dalam segala catatan peradaban, amukan massa bisa membawa hasil dan itu dinikmati baik yang ikut turun ke jalan atau nyaman di rumah sambil rebahan. Massa, membuat pemerintah lebih mawas, sebab menyadari ada pihak yang senantiasa. Ada pihak-pihak yang berjuang bukan hanya untuk dirinya sendiri, dan bisa jadi tanpa sadar itu menguntungkanmu. Jadi, mari, di isu apapun, jangan enteng menghakimi.
Ini ajakan yang sulit
Sampai hari ini pun saya tidak tahu apakah saya sudah cukup adil atau belum dalam pikiran saya. Tapi mari jadikan ini pengingat atau penyaring sederhana. Kini yang terpenting terus mengedukasi diri, mendoakan negara ini, dan tak lelah untuk mencintainya walau sesekali harus patah hati. Terpenting dari itu, untuk memenuhi panggilan besar kita:
menjadi manusia yang memanusiakan sesama termasuk mereka yang berbeda pandangan.Â
menjadi manusia yang terdidik dan terus berusaha adil sejak dalam pikiran.
Salam
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI