Mohon tunggu...
Claudya Elleossa
Claudya Elleossa Mohon Tunggu... Penulis - Seorang Pencerita

Seorang ASN dan ibu, yang sesekali mengisi pelatihan menulis dan ragam topik lainnya. Bisa diajak berinteraksi melalui IG @disiniclau

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menemukan Kebaikan di Jalanan yang Menyebalkan

23 Februari 2019   15:54 Diperbarui: 23 Februari 2019   21:15 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Pengendara Motor di Jakarta (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Tiba-tiba seorang bapak agak berjongkok ke arah bawah mobil. Mengarahkan tangannya seumpama dia sedang berusaha meraih sesuatu. Tak berselang lama, terjawablah bahwa asumsi saya salah.

Di bawah mobil itu ada anak kucing, yang nyaris saya terlindas. Kehebohan terjadi untuk menyadarkan sang pengendara mobil untuk berhenti di titik yang pas agar anak kucing itu dapat diselamatkan dengan mudah.

Tak berhenti di titik itu, anak kucing yang berhasil selamat itu kemudian diletakkan di tangan seorang bocah laki-laki dengan kaos lusuhnya. Lalu dia memegangnya dengan halus dan mengelus kucing kecil itu.

Bayangkan, hanya untuk seekor kucing kampung beberapa warga dapat bekerja sama, bukankah ini penting untuk mengingatkan seberapapun kerasnya Jakarta, ataupun kota dan sudut manapun di dunia ini, kebaikan hati tidak pernah musnah.

Di jalanan yang kadang sangat menyebalkan itu, selalu ada saja hal baik yang terjadi.

Mungkin kini pertanyaannya adalah, bagaimana membuat diri peka? Menurut saya, sangat sederhana: dengan mengurangi distraksi.

Tiga peristiwa yang saya bahas tidak akan saya sadari jika saja durasi saya di jalanan  saya habiskan dengan fokus pada gawai. Hal sederhana yang mungkin dapat dicoba adalah dengan mulai meletakkan gawai di tas dan bukan hanya di kantong. Selain karena alasan keamanan, meletakkan gawai di kantong memberi celah untuk mengambil kemudian menggunakannya kembali. Jika hanya untuk ke warteg atau taman yang ditempuh dengan jalan kaki, alangkah baiknya tidak perlu membawa gawai samasekali.

Gawai yang menawarkan banyak informasi dengan sangat cepat di waktu yang sama menjadi distraksi terbesar masa kini.

Ada beberapa tulisan saya di kompasiana ini yang berangkat karena 'menguping' obrolan atau fokus berinteraksi saat di warteg atau warung penyetan. Saya selalu yakin jalanan menyimpan banyak cerita menarik. Semua hal bermula dari hal sederhana: fokus pada interaksi sesama manusia di dunia nyata alih-alih berkutat dengan layar gawai masing-masing.

Di saat yang sama, saya rasa penting kita menyadari bahwa faktanya peristiwa negatif cenderung lebih 'nyaring' berkebalikan dengan kebaikan hati yang berlangsung dalam senyap. Misalnya kita lebih tersadar bahwa ada pengendara yang menyebalkan, dengan rentetan suara klakson. Atau kita jadi mawas dengan kecelakaan karena seketika muncul keramaian. Atau kita terpaksa melihat adanya pelecehan sebab ada seseorang berteriak.

Dengan rangkaian hal itu, tak heran kita jadi mudah menyimpulkan bahwa jalanan kejam dan menyebalkan. Padahal itu murni karena kita hanya berfokus pada 'yang nyaring'; atau mungkin itu cerminan hati kita sendiri yang kerap negatif; atau, sesederhana hasil dari kita yang memilih sibuk menunduk di hadapan layar gawai, ketika kebaikan satu per satu dinyatakan di sekitar kita.

Jalanan dan hidup ini sendiri menyebalkan. Hanya bagi kita yang salah memfokuskan pandangan.

Salam menjelajah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun