Mohon tunggu...
Ellen Prima
Ellen Prima Mohon Tunggu... Dosen - Pendidik

Saya adalah Dosen di salah satu kampus di Purwokerto

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kesejahteraan Psikologis Perspektif para Sufi ealam Permasalahan Materialistik dan Hedonistik di Era Modern

16 Oktober 2024   21:03 Diperbarui: 16 Oktober 2024   21:10 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Kata "Psikologi" yang berarti ilmu pengetahuan tentang jiwa. Psikologi spiritual Islam ini membahas keseluruhan alam rohani manusia yang luas dan batas-batas yang nyaris tidak terbatas. Psikologi spiritual oleh para dokter jiwa Islam di bagi tiga bagian utama, dan jiwa-jiwa sebagai pusat energi yang hidup berdampingan dan masing-masing saling menembus dengan kadar tertentu yang saling mempengaruhi.

            Nafs, nafsu dan ego adalah kekuatan yang mengikatkan kita pada kehidupan fisik, dan Nafs memiliki dua bidang aktivitas yaitu fisik dan mental. Nafs melahirkan ketamakan terhadap benda-benda dunia, kekikiran, kesukaan berperang, kekejaman, dan nafsu akan kekuatan dan kekuasaan. Qolb atau hati tidak berkenaan dengan fisik tetapi hati berkenaan dengan inti dari jiwa yang sentralisasi sesuai dengan sentralitas hati dan tubuh manusia. Instrumen-Instrumen utama dari qolbu adalah fakultas--fakultas pikiran yang biasanya dianalisis oleh para psikolog, seperti akal, imajinasi, ingatan dan semua yang termasuk dalam alam pemikiran.

            Salah satu tokoh era modern yang begitu sungguh-sungguh memperjuangkan internalisasi nilai-nilai spritual Islam adalah Sayyid Husein Nashr. Ia melihat datangnya malapetaka dalam manusia modern akibat hilangnya spiritualitas yang sesungguhnya inheren dalam tradisi Islam. Bahkan beliau juga menyesali tindakan akomodatif dari kalangan modernis dan reformis dunia Islam yang telah berakibat menghancurkan seni dan budaya Islam serta menciptakan kegersangan dalam jiwa seorang muslim. Dalam situasi kebingungan seperti ini, sementara bagi mereka selama berabad-abad Islam dipandangnya dari isinya yang legalistik formalistis, tidak memiliki dimensi esoteris (batiniah) maka kini saatnya dimensi batiniyah Islam harus diperkenalkan sebagai alternatif.

            Tasawuf bukan berarti mengabaikan nilai-nilai syari'at (nilai-nilai formalistik dalam Islam). Tasawuf yang benar adalah adanya tawazun (keseimbangan) antara keduanya yaitu unsur lahir (formalistik) dan batin (substansialistik). Untuk betul-betul membumikan tasawuf (nilai-nilai spiritual Islam) di era kekinian atau dalam rangka mensosialisasikan tasawuf untuk mengatasi masalah moral yang ada pada saat ini diperlukan adanya pemahaman baru (interpretasi baru) terhadap bagian-bagian dari tasawuf yang selama ini dipandang sebagai penyebab melemahnya daya juang di kalangan umat Islam yang akhirnya menghantarkan umat Islam menjadi mandeg (statis).

            Sikap materialistik dan hedonistik yang merajalela dalam kehidupan modern ini dapat diatasi dengan menerapkan konsep zuhud (asketisisme). Dalam Islam asketisisme ini mempunyai pengertian khusus. Ia bukanlah kependetaan atau terputusnya kehidupan duniawi, tetapi merupakan hikmah yang membuat penganutnya mempunyai visi khusus terhadap kehidupan, di mana mereka tetap bekerja dan berusaha, namun kehidupan duniawi itu tidak menguasai kecenderungan hati mereka, serta tidak membuat mereka mengingkari Tuhannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun