Mohon tunggu...
Ella Gaby
Ella Gaby Mohon Tunggu... Konsultan - Pertanian Pro Rakyat

Seorang Analis Kebijakan di Kementerian Pertanian

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Regenerasi Petani: Sebuah Pemikiran Zaman Milenial

22 Mei 2019   19:27 Diperbarui: 22 Mei 2019   19:52 940
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seperti halnya negara-negara di dunia, Indonesia menghadapi permasalahan menurunnya jumlah tenaga kerja muda pertanian. Pentingnya regenerasi petani menjadi hal yang sangat penting untuk dipikirkan dan diatasi, terlebih-lebih menyongsong Hari Tani Nasional yang akan jatuh pada 24 September.

Generasi saat ini adalah generasi milenial yang mempunyai ciri-ciri antara lain suka dengan yang serba cepat dan instan. Generasi inilah yang akan menjadi sasaran utama program regenerasi petani, dan akan diarahkan menjadi petani milenial.

Dengan demikian pendekatan yang pas bagi mereka haruslah bergaya milenial juga, bukan lagi bergaya konvensional atau tradisional. Pendekatan konvensional atau tradisional tidak pas lagi, sebaliknya harus dipikirkan suatu pendekatan jaman now.

Sayangnya, generasi milenial memandang bahwa dunia pertanian tidak lagi menarik. 

Ada beberapa pandangan tentang pertanian. Pertanian identik dengan suatu pekerjaan yang bergulat dengan tanah, kotor, terkena panas matahari, kurang bergengsi, lebih bergengsi pekerja kantoran yang berseragam rapih. Pertanian juga dipandang memberikan income yang tidak menentu, sementara menjadi karyawan akan memperoleh gaji/penghasilan tetap. Generasi milenial juga menilai bahwa bila mau mendapatkan keuntungan besar dari sektor pertanian, harus siap dengan modal besar dan resiko yang tinggi. Menurut mereka, banyak sekali persoalan yang dihadapi petani, antara lain faktor anomali cuaca, sempitnya luas lahan garapan, serangan hama dan gagal panen. Mereka juga mengamati bahwa proses penentuan harga tidak berpihak kepada petani; jangankan mendapat keuntungan, tidak sedikit petani yang tidak balik modal atau justru tekor. Biaya yang dikeluarkan tidak sebanding dengan keuntungan yang diperoleh. Itulah beberapa pandangan yang menjauhkan generasi milenial dari dunia pertanian. 

Pertanyaannya ; benarkah demikian?

Pandangan tentang tidak menariknya sektor pertanian sebagai sumber utama mata pencaharian generasi milenial, disebabkan oleh beberapa hal antara lain : orang tua yang berprofesi sebagai petani jarang yang mendidik anaknya untuk nantinya bekerja sebagai petani, sebaliknya kebanyakan petani memperoleh pengetahuan pertanian, rata-rata dari "otodidak".

Tingkat urbanisasi pemuda desa dari desa ke kota relative tinggi, dipicu oleh kondisi dimana sektor pertanian di desa dianaktirikan. Harga-harga kebutuhan hidup di kota yang relative tinggi, serta kebutuhan generasi sekarang akan investasi masa depan seperti  mencicil rumah, biaya pendidikan anak-anak serta dana pensiun adalah alasan-alasan yang mendorong pemuda desa meninggalkan lahan pertanian orang tuanya untuk menjadi urban di kota-kota. Mereka mengandalkan mata pencaharian di kota yang kompetisinya tinggi, sehingga tidak jarang mereka justru hanya menambah angka pengangguran.

Beberapa fakta fenomena aging farmers antara lain dominasi petani generasi tua di ujung masa produktif, berkurangnya jumlah petani secara keseluruhan dari waktu ke waktu,  rendahnya tingkat pendidikan petani, serta kepemilikan lahan pertanian yang makin menyempit.

Menurut data statistik BPS hasil  Sensus Pertanian 2013, usia petani seperti tabel berikut :

Dapat dilihat pada tabel tersebut bahwa dari 26.135.469 orang petani Indonesia, 60,80% diantaranya berusia diatas 45 tahun. Sensus dilaksanakan tahun 2013, jadi saat ini petani dalam survey sudah berusia 51 tahun ke atas, yang akan diketahui secara pasti dari survey sepuluh tahunan pada 2023 yang akan datang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun