Mohon tunggu...
Laila Nur Faizah
Laila Nur Faizah Mohon Tunggu... -

mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Berlari Lebih Cepat

14 Desember 2013   20:57 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:55 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Berarti dia lebih pintar daripada kamu?", ujar temanku.

Jleb! Rasanya seperti sebuah katana dihunus dan ditusukkan ke ulu hatiku. Entah bercanda atau hanya asal ngomong, tapi aku, aku benar-benar meringis mendengarnya. Hatiku mencelos, remuk redam. Bukan karena sakit hati atau tidak suka dengan omongan itu, tapi aku jadi sadar satu hal, aku memang tidak pernah benar-benar melihat ke dalam kelemahanku sendiri. Aku mulai bertanya-tanya, apa iya aku sebodoh itu? Apa benar aku ini kalah karena aku bodoh? Apa benar aku masih sangat minim pengetahuan dan tidak menyadarinya selama ini? Apa benar aku masih seperti itu?

Merasa nyaman pada keadaan kita memang seringkali menjadi penghalang kita untuk maju. Karena merasa nyaman dan baik-baik saja, kita hanya duduk menunggu waktu yang berlari, menunggu apa yang akan datang berikutnya, menunggu. Tidak adanya ancaman dan stress mungkin mempengaruhi sistem hormonal da neural kita hingga saat tak ada tangangan apapun, saat segala sesuatu sedatar dan sebiasa biasanya, reaksi tubuh kita pun demikian biasa. Jika ini terjadi terus menerus, maka muncul pertanyaan, 'lantas, apa kau masih bermimpi setinggi itu?' 'Apa kau masih pantas menyebut dirimu seorang pemimpi yang berjuang untuk impiannya?', dan 'Apa kau yakin dengan seperti ini kau akan berkembang?'

Satu hal yang sering dilupakan pada saat-saat seperti ini ialah bahwa sukses tidak akan menghampiri kita. Kesuksesan itu tetap duduk tenang di kursinya sana, menanti orang yang pertama kali meraihnya. Kita lah yang harus melangkahkan kaki untuk merenggutnya sebelum orang lain melakukannya.

Perkataan temanku tadi memang menohok hatiku, tapi aku tidak berharap andai aku tidak mendengarnya. Aku merasa terancam saat ini, merasa seolah seseorang hendak mendahuluiku merenggut impian yang kukejar selama bertahun-tahun ini. Aku tidak boleh, tidak mau, dan tidak bisa membiarkan siapapun mendahuluiku. Ini adalah mimpi yang kucari sekian lama, mimpi yang kukejar selama ini, mimpi yang membuatku bertahan hingga detik ini. Aku tidak bisa membiarkan siapapun mendahuluiku. Aku akan berlari lebih cepat.

lnf

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun