Perilaku ganjil yang lain adalah konsumerisme pada ranah keluarga. Sepatu masih bagus, membeli lagi dengan model lain. Tas masih bisa dipakai, ganti lagi dengan warna yang lain. Ukuran kekayaan diukur dari kepemilikan mobil, sering pelesir ke luar negeri, bahkan saingan barang-barang bermerek. Anak-anak ini akan merekam semua perilaku hedonis tersebut dalam keluarganya. Membeli barang bukan karena membutuhkan dan kebermanfaatan, tetapi lebih pada gaya hidup hedonis.
Ironi, ketika berbohong kecil-kecilan menjadi hal yang wajar. Tak jarang yang kecil ini bisa menggerogoti uang negara dan merugikan orang lain. Ironi, ketika gaya hidup konsumerisme harus terus terpenuhi bagaimanapun caranya. Ketika ada banyak keluarga melakukan hal yang sama seperti di atas, maka kecurangan dan korupsi menjadi hal yang biasa di ranah publik. Seolah hal ini semakin luput untuk dimaknai lebih dalam.
Tekad untuk melakukan berani jujur memang sudah semestinya dikuatkan pada ranah keluarga. Apa jadinya ketika para orang dewasa bersusah payah membuat aturan untuk menghindari korupsi pegawainya, tetapi ia sendiri memberi contoh korupsi di keluarganya. Ada yang kurang terhadap upaya Indonesia meredam korupsi.Â
Tekad berani jujur tidak bisa hanya diajarkan. Berani jujur untuk meredam korupsi menjadi mengena ketika perilaku tersebut dicontohkan. Dicontohkan kepada keluarga sebagai unit terkecil dari sebuah bangsa. Para orangtua yang berada di keluarga adalah figur utama bagi anak-anaknya. Maka, anak-anak akan mencotoh perilaku figurnya. Seperti halnya apa yang dilakukan oleh orangtua Hoegeng (mantan Menlu kabinet Seratus Menteri 1965), bahwa yang penting dalam kehidupan manusia adalah kehormatan. Jangan merusak nama baik dengan perbuatan mencemarkan.
Ketika tekad untuk berperilaku jujur dikuatkan dalam ranah keluarga, maka langkah selanjutnya adalah menggandeng ranah sekolah. Mengapa demikian?, anak-anak selain dekat dengan lingkungan keluarga, maka sekolah lah lingkungan terdekat kedua.Â
Akhirnya dengan sebuah upaya yang dimulai dari lingkup yang terkecil maka akan terjadi perubahan yang besar kedepannya.Mengutip sebuah kata bijak dari Alm. KH. Hasyim Muzadi,beliau pernah berkata,"Kecerdasan dan Kepandaian Bukan Segalanya,ia masih tergantung pada kejiwaan.Ketika kejiwaannya itu goncang,maka kecerdasaan pun juga tergoncang.Intelektualitas bisa goncang karena instabilitas rohani".Perkataan beliau dapat dipahami bahwa pengajaran akhlaq yang terpujilah yang mampu memadamkan sifat-sifat manusia untuk melakukan kejahatan seperti halnya korupsi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H