Hidup ini tak pernah lepas dari yang namanya masalah. Right?. Dari kita lahir sampai nanti disemayamkan di rumah masa depan alias kuburan, masalah tak henti-hentinya menghampiri diri kita. Seperti yang dikatakan Hadi S. khuli dalam novelnya yang bertitel “Derap-Derap Tasbih”, hidup ini adalah seperti tasbih. Berawal dan berakhir di titik yang sama. Bukan tasbih namanya jika hanya satu dimensi. Bukan kehidupan jika belum melewati serangkaian untaian butiran suka, duka, derita, bahagia, gembira, gagal, sukses, pasang, dan surut. So, untuk apa bersedih, berputus asa, dan menyerah apalagi sampai bunuh diri jika kita punya masalah?
Ingat dengan salah satu bait lirik lagunya Ahmad Dhani yang berjudul bebaskan? Yup, jawaban yang tepat! “buat apa hidup jika tidak ada masalah-masalah yang selalu ada”. Tuh kan, Ahmad Dhani aja bilang jika buat apa hidup jika tak ada masalah? Akan hampa, jika hidup hanya datar-datar saja. Tapi bukan berarti hidup harus mencari masalah. Bukan itu yang aku maksud. Tanpa mencari masalah, aku yakin seratus persen bahwa masalah akan datang. Sebab, kehidupan adalah masalah itu sendiri. Jika tak ingin punya masalah, ya mati aja. Tapi eits, tunggu dulu, mati pun tetap akan punya masalah. Mending kalau mati sudah punya bekal yang cukup untuk menghadap Sang Ilahi, jika tidak? Itu masalah lagi. Sudah-sudah, jangan membicarakan tentang kematian, jadi berdiri nih bulu kudukku. Hehe
Sekarang, aku akan bercerita. Cerita ini aku dapatkan dari seorang ustadz yang kebetulan mengisi pengajian sore yang digelar di asramaku beberapa waktu lalu. Betulkan cara duduk kalian, pasang telinga baik-baik, dan simaklah. Semoga cerita ini akan bermanfaat bagi diriku, kamu, mereka dan siapa saja yang punya masalah. Lets’Go!
“Suatu waktu, ada seorang murid yang menangis dengan tersedu-sedu menuju rumah gurunya. Sesampainya di sana, sang guru heran di buatnya. Tak biasanya ia melihat muridnya menangis sampai terdengar pilu menyayat kalbu. Dengan masih diliputi rasa heran ia lalu bertanya kepada muridnya.
“Apa yang sedang terjadi padamu muridku?” tanya sang guru dengan membelai rambut sang murid.
“Guru, apakah ada bunuh diri yang tidak menimbulkan dosa? Jika ada, tolong beritahu aku guru….”
Belum juga hilang rasa heran yang menyelimuti hatinya, ia bertambah heran dengan pertanyaan yang diajukan muridnya. Dengan penuh kasih sayang ia kemudian meminta sang murid untuk menceritakan apa yang sedang terjadi padanya.
“Aku sudah tidak tahan dengan semua masalah yang menimpaku guru, aku ingin mati saja. Jika aku tahu ada bunuh diri yang tak menimbulkan murka Tuhan, aku pasti sudah bunuh diri guru. Aku sudah tak kuat lagi menanggung semua masalah yang dikirimkan Tuhan untukku.”
Mendengar, cerita muridnya, sang guru malah tersenyum. Tanpa menunggu lama, ia lalu pergi ke dapur. Sejurus kemudian, ia telah kembali dengan satu gelas air dan satu wadah plastik yang berisi garam. Ia lalu meminta sang murid untuk memasukkan segenggam garam ke dalam gelas. Setelah itu, ia kemudian menyuruh muridnya untuk meminum air dalam gelas tersebut.
“Cuuuuiiiih…!” kata sang murid setelah meminum air itu.
“Bagaimana rasanya muridku?” tanya sang guru dengan senyum tersungging di bibirnya.
“Pahit sekali guru, sangat pahit”.
Tanpa menunggu sang murid berkomentar lebih jauh, ia lalu mengajak muridnya untuk pergi ke belakang rumah. Di sana, terdapat sebuah telaga luas yang memiliki air yang sangat jernih. Ia lalu menyuruh muridnya untuk mengambil segenggam garam dan menyuruhnya untuk menaburkan garam tersebut ke dalam telaga. Setelah itu, ia kemudian meminta muridnya untuk mengambil air telaga dan menyuruhnya untuk meminumnya.
“ Hemmmm….! Ujar sang murid setelah meminum air telaga tersebut.
“Bagaimana rasanya muridku?” tanya sang guru dengan senyum tersungging di bibirnya.
“Segar sekali guru. Tapi guru, apa makna dari semua ini? dan apa hubungannya garam, gelas dan telaga dengan masalahku guru? aku masih belum mengerti”
Pertanyaan yang sudah kuduga, ujar sang guru dalam hati. Kemudian, tanpa ditanya untuk yang kedua kalinya, ia lalu menjelaskan apa yang telah ditanyakan muridnya.
“Muridku, sesungguhnya Allah Swt. tak akan pernah memberikan cobaan, ujian, dan masalah tak lebih dari segenggam garam. Jika dirimu merasakan pedih, sedih, dan sakit karena ujian tersebut, itu karena hatimu kau jadikan sesempit gelas. Kau tidak menerima ujian tersebut sebagai bukti kasih sayang Allah. Kau anggap semua masalah yang menimpa kau anggap bencana. Padahal tidak, masalah, ujian dan sebagainya adalah bukti kasih sayang dari Allah. Sebab, dengan diberikan masalah, maka engkau sebenarnya akan sedang naik tingkat, jika kamu bisa melewati semua masalah yang telah diberikan oleh-Nya. Tetapi jika kau jadikan hatimu seluas telaga atau seluas samudra, maka sebanyak apa pun cobaan, ujian, dan masalah tak akan pernah membuatmu merasakan kepedihan. Malah sebaliknya, kau akan merasakan kenikmatan yang luar biasa. Dirimu akan menjadi semakin dewasa seiring dengan masalah demi masalah yang dapat kau lewati.”
Mendengar penjelasan dari gurunya, sang murid kemudian tertegun dan menyesal. Ia menyesal karena meski ia tahu bahwa bunuh diri itu berdosa dan mendapatkan laknat dari Allah Swt., ia berniat untuk melakukannya. Nau’dzubillah.”
Renungkanlah kisah yang baru saja aku ceritakan. Simpan dalam pikiran masing-masing, kemudian mulai saat ini, menit ini, detik ini, *lengkap banget ya. Hehehe. Berjanjilah kepada diri sendiri untuk selalu menjadikan hatimu seluas telaga dalam menghadapi setiap masalah yang ada. Jangan sekali-kali menjadikan hatimu sesempit gelas!.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H