Mohon tunggu...
Khairil Akbar
Khairil Akbar Mohon Tunggu... -

Mahasiswa pada Program Magister Ilmu Hukum, Universitas Islam Indonesia. Alumni Pengajar Muda Angkatan IX, Gerakan Indonesia Mengajar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Awal Mula Suka Baca

19 April 2016   00:11 Diperbarui: 19 April 2016   23:41 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Dok. Pribadi"][/caption]Suka membaca biasanya diawali oleh satu hal (buku, koran, atau tulisan lainnya). Ulasan seseorang yang ditorehkan dalam bentuk tulisanlah yang membuat seseorang menjadi suka atau tidak suka dalam membaca. Sehingga, jika ada orang yang tidak suka membaca, bisa jadi dia belum pernah menemukan tulisan yang sesuai dengan seleranya. Jika ini tidak berlaku umum, paling tidak berlaku untuk beberapa orang, termasuk aku. 

Kalau boleh jujur (jujur masak nggak boleh), aku awalnya tidak hobi baca. Ada tantangan dari temanku kala itu agar aku membaca novel pilihannya. Kalau aku ternyata tidak suka, dia yang akan ganti bayar, tapi pakai uangku dulu tentunya.

Hari yang ditunggu tiba. Kami dibolehkan keluar di hari jumat. Ini kesempatan untuk singgah di toko buku Ust. Dahlan. Kubeli buku itu dan kubaca sesampainya aku di asrama. Aku tidak suka. Aku minta ganti rugi sesuai kesepakatan.

Ternyata, ini salahku. Buku yang disuruh baca Ayat-Ayat Cinta, tapi aku beli Fenomena Ayat-Ayat Cinta. Akhirnya terpaksa aku beli lagi buku yang dimaksud. Hasilnya, air mata tak terasa jatuh. Waktu main, makan, bahkan shalat nyaris kuabaikan. Tak boleh ada sebaris kalimat pun yang terlewatkan.

Aku mulai menghayal, "Andai aku jadi Fahri, peristiwa dipenjara nggak boleh terjadi. Hanya suasana dikagumi wanita yang kudamba". Inilah awal mula aku mulai suka membaca. Sungguh pengalaman yang memalukan. Baca novel bisa nangis.

Karena asyik dengan Ayat-Ayat Cinta, tentu ketika karangan Kang Abik (Habiburrahman el-Shirazy) dengan judul Ayata-AYat Cinta 2 diterbitkan, aku mengharuskan diriku untuk membacanya. Benar saja, buku kedua dari seri ini begitu memukau. Meski lebih tebal, dan sempat membuatku malas, di akhir-akhir cerita justeru semakin asyik.

Sesuatu yang patut diacungkan jempol dari karangan kang Abik tak lain adalah karena pelajaran, nilai Islam, dan cakrawala yang luas selalu ia sajikan. Namun (setelah AAC 2), kali ini mencoba beralih ke penulis lain, Hanum Salsabila Rais. Aku belum pernah sama sekali membaca karangan penulis best seller 99 Cahaya di Langit Eropa ini. Nggak tau deh akan habis lembarannya kubaca atau tidak.

Kalau boleh bertanya, kalian suka baca sejak kapan dan karena apa?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun