Sementara ini umat Islam terjebak dalam isu toleransi yang diusung oleh akademisi barat. Sejak murid-murid dari Eropa bermunculan isu toleransi agama selalu menjadi perbincangan hangat meski merupakan opini yang sudah
Dengan munculnya konsep toleransi yang diusung mereka umat Islam selalu serba salah setiap melakukan tindakan yang berbau SARA. Terlebih saat ini, ketika sudah mendekati Natal yang merupakan perayaan orang Kristen, ketika mereka tidak mengucapkan selamat Natal mereka dikecam. Kalau mereka tidak menggunakan atribut Natal ditempat kerja mereka disingkirkan.
Nah, di sini penulis ingin merujuk kembali arti toleransi yang sebenarnya. Tidak usah jauh-jauh menilai dari sudut pandang agama, cukup kita lirik dari sisi bahasa
Dalam KBBI edisi ketiga terbitan Balai Pustaka kata “toleransi” merupakan kata sifat dari kata dasar “toleran”. “Toleran” itu sendiri memiliki arti “bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, memeperbolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dsb) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri.” Lebih lanjut dijelaskan arti dari kata “menoleransi” adalah membiarkan atau mendiamkan.[1]
Melihat arti toleransi tersebut, pemahaman toleransi yang saat ini berkembang dengan mengharuskan seorang muslim mengucapkan selamat Natal sepertinya sudah terlalu jauh dari makna toleransi itu sendiri. Toleransi itu bukan berarti seorang muslim harus ikut andil dalam perayaan Natal bagi umat Kristen. Demikian juga umat Kristen tidak harus ikut serta dalam kegiatan ibadah umat Islam.
Toleransi hakikatnya adalah sikap saling menghargai pada keyakinan masing-masing, tidak menghambat, tidak menentang, tetapi membiarkan dan mendiamkan keyakinan itu. Mengartikan toleransi dengan mengharuskan seorang Muslim memakai atribut Natal atau mengucapkan “Selamat Natal” padahal dalam keyakinan mereka hal tidak diperbolehkan tentu tidak tepat. Hal itu justru merupakan tindakan intimidasi terhadap mereka. Jika semua orang benar-benar memahami arti toleransi yang sebenarnya bisa dipastikan kehidupan rukun antar umat beragama yang selama ini menjadi opini bisa dicapai.
[1] KBBI Edisi Ketiga hlm 1204
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H