Mohon tunggu...
Elkana Goro Leba
Elkana Goro Leba Mohon Tunggu... Dosen - www.pegiatliterasi.com

Pasca Sarjana Fisipol UGM. Jurusan Manajemen dan Kabijakan Publik.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Peran Perempuan untuk Mencegah Korupsi

20 Februari 2015   03:32 Diperbarui: 2 April 2020   15:27 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Fenomena korupsi saat ini memang membuat banyak orang geram. Geram bagi orang yang hidupnya merasa terpanggil untuk menjalankan perintah dan menjauhkan larangan Sang Pencipta, tetapi sebaliknya, korupsi adalah kenikmatan abadi bagi orang-orang yang lupa akan panggilannya dan hidupnya hanya mengumpul harta di dunia yang fana ini. Sebab bagi “tikus-tikus kantor” itu, korupsi dapat “mensejahterakan keluarga” mereka, tetapi tidak peduli dapat merusak tatanan kehidupan sosial di luar sana. Menyebabkan kemiskinan, kebobohan dan merusak masa depan generasi bangsa. Korupsi tidak memandang nilai-nilai kemanusiaan,  yang ada dalam pikiran para koruptor adalah harta dan tahta bahkan wanita. Mata hati mereka tak lagi melihat profesi dan pekerjaan sebagai sebuah pelayanan untuk kebaikan rakyatnya. Lupa akan sumpah dan janji di hadapan Tuhan dan rakyatnya ketika dilantik jadi pejabat publik. Tidak dapat dielakkan, bahwa keterpurukkan NTT dalam statistik pembangunan nasional adalah buah pahit dari perilaku korup para tikus-tikus kantor di daerah ini. Ironis memang, lebih dari setengah abad Propinsi NTT berdiri, tetapi kesejahteraan rakyat sungguh menyayat hati. Mulai dari korupsi individu di balik meja, hingga korupsi berjemaah dalam persekongkolan para elit yang menguras habis APBD. APBD yang seharus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, malah disalahgunakan untuk “kemakmuran dan kesejahteraan” diri sendiri dan keluarga mereka.


Baca juga: Kemiskinan adalah Akar dari Perdagangan Manusia


Korupsi dan Peranan Penting Perempuan

Memandang lebih jauh ke pusaran korupsi secara naional, ada satu hal yang menarik dalam fenomena ini, yakni “korupsi keluarga”. Artinya, bila suami ketahuan korupsi, maka istrinya juga bakal dibawa serta. Tak jarang pula anak-anak jadi korban. Ibaratnya “kesetiaan hingga mati dalam api neraka”. Inilah yang saya dimaksudkan dengan “korupsi keluarga”. Dalam posisi ini, ada pemain utama dan ada pemain pendukung. Pemain utamanya adalah laki-laki. Sebab, pada umumnya yang korupsi itu adalah laki-laki karena mereka lebih banyak menjadi pejabat publik dan mengakses kekuasaan, karena itu, mereka dengan mudah tergoda untuk melakukan korupsi. Dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang sebagian besar menganut budaya Patrialkal (laki-laki mempunyai posisi lebih utama dari perempuan dalam keluarga), posisi istri hanya masuk dalam pemain pendukung. Sekaligus perempuan menjadi pejabat publik, tetapi dalam keluarga, tetap saja dia menjadi istri (ibu rumah tangga) dan ibu dari anak-anaknya yang pada satu sisi dia harus menghormati suaminya begitu pula sebaliknya.

Pada perannya sebagai ibu rumah tangga tadi, biasanya populer dengan istilah suami mencari uang dan istri akan menjadi “bendahara” rumah tannga. Berhubungan KKN itu dekat sekali dengan uang, sekalipun ada macam-macam arti KKN yang sesungguhnya, tetapi yang paling di musuhi saat ini adalah korupsi uang. Di sinilah peran perempuan atau ibu rumah tangga dalam mencegah korupsi dari dalam keluarga. Suatu keluarga yang harmonis tentu mempunyai komunikasi yang baik (memang sulit peranan ini dilakukan dalam keluarga yang kurang harmonis). Dalam hubungan istri sebagai bendahara keluarga tadi, tentu ada komunikasi antara suami dan istri bahkan anak-anak, bagaimana seorang suami atau seorang ayah mendapatkan uang. Mulai dari upah rutin tiap bulan hingga pendapatan di luar itu. Seorang istri yang baik, tentu bertanya pada suaminya, dari mana mendapatkan uang di luar upah tetapnya. Di sinilah seharusnya peranan penting seorang perempuan atau ibu rumah tangga untuk mencegah perilaku suami yang koruptif. Bila ada pendapatan suami yang tidak wajar, seharusnya menanyakan darimana asal-muasal uangnya. Jangan malah mendukung suami untuk korupsi sekeluarga. Bila itu hasil dari perbuatan yang tidak halal atau korupsi, istri harus mengingatkan suaminya bahwa itu tidak baik untuk masa depan keluarga. Anak-anak akan menjadi korban makan hasil yang korupsi padahal mereka tidak tahu apa yang terjadi. Perempuan harus menjadi role-model dalam keluarga, mengingatkan suami dan anak-anak untuk mendapatkan segala sesuatu harus dengan halal. Mungkin suaminya tidak kuat godaan ketika dalam bekerja, tetapi dalam keluarga akan menjadi tempat yang paling nyaman untuk saling memberikan pengertian dan meguatkan. Itulah peran penting seorang perempuan untuk mencegah perilaku koruptif saumi dan mengajarkan anak-anak pendidikan anti korupsi.

Pendidikan Hidup Sederhana

Pada umumnya, korupsi terjadi bukan karena orang kekurangan tetapi karena rakus. Jadi semua berangkat dari keinginan bukan dari kebutuhan. Keinginan itu membuatnya rakus. Rakus untuk hidup mewah, rakus untuk mengumpul harta di dunia, rakus ingin memiliki seluruh isi dunia. Karena rakus itu, orang bisa berbuat apa saja untuk mendapatkan apa yang dia inginkan termasuk korupsi sekalipun. Sebab para para koruptor itu mempunyai upah yang tinggi setiap bulan. Misalnya saja, para anggota dewan dan para kepala daerah yang dibui karena korupsi, mereka mempunyai upah puluhan bahkan ratusan juta per bulannya, tetap saja korupsi. Itu bukan karena kekurangan, tetapi karena rakus. Tinggal dirumah dinas, air dan listrik, kendaraan serta segala kebutuhan sehari-hari di tanggung oleh rakyat, belum lagi upah dengan berbagai macam tunjangan yang dibuat-buat. Beda halnya dengan para pegawai operasional dan para guru, mereka hidup memang dari upah yang mereka dapatkan setiap bulan.

Oleh sebab itu, peran seorang istri adalah membudayakan hidup sederhana dalam keluarga. Kata Slank, “hidup sederhana tetapi banyak cinta. Dari pada hidup bermewah-mewah tetapi dibui”. Inilah yang harus menjadi budaya keluarga agar suami tidak mencari pendapatan lain demi hidup mewah dengan keluarga. Bila istrinya saja hobi shopping, akhir pekan ke mall, membeli perhiasan mahal, jalan-jalan habiskan uang, maunya rumah mewah, bagaimana suami tidak mencari sumber pemasukkan lain selain upah yang sewajarnya. Selain itu, anak-anak juga harus diajarkan untuk tidak bermewah-mewah. Semua berawal dari keluarga, yaitu peran dan kasih sayang seorang ibu. Dan bila itu yang terjadi maka genaplah seperti apa kata orang bijak, “Di balik kesuksesan seorang laki-laki, ada seorang perempuan hebat di belakangnya”. Tetapi jangalah sukses karena korupsi.

Sumber: www.pegiatliterasi.com

Baca Kepemimpinan Perempuan dalam birokrasi di sini: https://www.pegiatliterasi.com/2014/03/kepemimpinan-perempuan-dalam-birokrasi_9918.html 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun