Gus Miftah, seorang kiai sekaligus penceramah populer di Indonesia, dikenal karena gaya dakwahnya yang unik, penuh humor, dan sering kali menggunakan candaan untuk menyampaikan pesan-pesan agama. Dalam konteks marketing, gaya komunikasi Gus Miftah ini bisa ditinjau dari sudut pandang paradoks marketing, yaitu penggunaan pendekatan yang terkesan bertentangan dengan norma untuk mencapai hasil yang justru lebih efektif.
Berikut adalah tinjauan mengenai candaan Gus Miftah dalam bingkai paradoks marketing:
1. Candaan Sebagai Alat untuk Menarik Perhatian
Paradoks pertama dalam marketing adalah bahwa humor atau candaan, yang mungkin dianggap kurang serius dalam konteks agama, justru menjadi alat yang sangat efektif untuk menarik perhatian audiens. Gus Miftah menggunakan gaya ini untuk:
* Membuat audiens merasa dekat: Humor meruntuhkan formalitas, sehingga pesan-pesan keagamaan terasa lebih relevan bagi audiens, terutama generasi muda atau mereka yang jauh dari lingkungan pesantren.
* Membangun daya tarik personal: Candaan Gus Miftah membuatnya menonjol dibandingkan penceramah lain yang mungkin menggunakan pendekatan serius.
2. Menggabungkan Religiusitas dengan Kehidupan Populer
Gus Miftah sering memasukkan elemen-elemen budaya populer dalam candaannya, seperti menyebut selebritas atau fenomena sosial yang sedang viral. Paradoksnya adalah:
* Menggunakan hal-hal duniawi untuk menyampaikan pesan spiritual: Dalam marketing, ini disebut "cultural relevance", yaitu kemampuan menyelaraskan pesan dengan konteks yang sedang tren.
* Menabrak batas konvensional: Banyak yang menganggap agama sebagai ranah yang sakral, namun Gus Miftah menggunakan pendekatan kasual, yang justru memperluas jangkauan dakwahnya.