Mohon tunggu...
Eliza Yanti
Eliza Yanti Mohon Tunggu... Freelancer - S-1 Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Catatan orang biasa!

Selanjutnya

Tutup

Diary

Lengah Dikit, Pemuda Indonesia "Bergerak" Seteguh Uwais?

4 Oktober 2024   00:05 Diperbarui: 4 Oktober 2024   00:12 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Suatu kelaziman setiap anak untuk menghormati dan berbakti kepada orang tua. Tidak ada perasaan malu dengan segala keadaan mereka saat ini. Alasan apapun, seorang anak tidak dibenarkan untuk menolak keberadaan orang tuanya meski dalam kondisi miskin, cacat, lumpuh, buta, tuli, bisu, bahkan gila sekalipun. Mereka adalah “jalan” kita lahir ke dunia sehingga mampu menikmati setiap detik kehidupan di alam semesta ini. Jerih payah dan pengorbanan tulus mereka demi membesarkan anaknya, sehingga sepatutnya kita untuk bersyukur dan memandang orang tua dengan penuh cinta dan kasih sayang. Kehadiran mereka ibarat surga yang berjalan di depan mata. Setiap langkah menjemput kemuliaan pun nyata dapat diraih dari perlakuan kita terhadap keduanya.

Kisah teladan seorang pemuda menggendong ibunya mungkin tidak terdengar asing lagi di telinga khususnya kaum muslimin. Pemuda Yaman ini memiliki tekad kuat untuk berbakti kepada orang tuanya. Perjuangan penuh haru itupun bermula saat ia memanggul sang ibu dan ditempuhnya perjalanan kaki sejauh 600 km ke Tanah Suci.

Meski miskin, Uwais tidak menolak saat ibunya berkeinginan beribadah haji. Ia pun berinisiatif membeli anak sapi karena tidak mungkin memperoleh unta untuk kendaraan. Setiap paginya ia membopong anak sapi itu naik turun bukit. Hal tersebut terus dikerjakannya secara berulang meski masyarakat sekitar mengguyurinya dengan cemoohan dan disebut pemuda gila. Anak lembu yang dipapahnya terus beranjak tumbuh, begitu pula tenaga Uwais bertambah besar. Fisik yang terlatih dibalut keteguhan hati membuahkan hasil yang tidak sia-sia. Ibunya yang lumpuh diantarkannya langsung dari Yaman sampai Mekkah.

Uwais al-Qarni mungkin sebuah nama yang tidak dikenal oleh masyarakat bumi pada saat itu. Namun, begitu harum tercium sampai penduduk langit gempar dan membuat kagum para malaikat karena kehebatan amalnya. Hingga sekarang, kisah perbuatan mulianya sebagai wujud kebaktian kepada orang tua masih merekah dan menjadi inspirasi untuk setiap insan yang ingin memetik hikmahnya.

Banyak Jalan Menuju Kebaktian Kepada Orang Tua

Dewasa ini, perjuangan seorang anak untuk berbuat baik kepada kedua orang tuanya ditempuh dengan beragam cara. Salah satu yang paling didambakan berbagai kalangan masyarakat termasuk para orang tua adalah mengharapkan anaknya menjadi PNS (Pegawai Negeri Sipil). Profesi PNS begitu diminati sebab dinilai sebagai pekerjaan dengan penghasilan yang stabil. Oleh karenanya sebagai anak, keinginan tersebut terus terpatri dalam jiwa demi membahagiakan mereka. Giat menjelajahi buku yang tebal dan disiplin belajar soal-soal TIU, TKP, serta TWK. Semua itu sebagaimana kebulatan hati Uwais dalam pergulatan hidup.

Tidak ada yang lebih menyempurnakan suatu kebahagiaan tanpa dibarengi senyum orang tua yang disertai ridanya. Harapan kesuksesan kita yang diinginkan para orang tua hari ini selayaknya permintaan ibu dari Uwais untuk bisa ziarah ke Baitullah.

Proses yang panjang sebagaimana perjalanan jauh yang ditempuh Uwais. Sepinya pengembaraan dan berliku jalannya perlu terus dinyalakan dengan semangat menggelora beriringan doa dalam menggapai kemuliaan hidup. Sejatinya kita sedang menaiki tangga menggapai cinta orang tua yang sedang menunggu kesuksesan kita di puncaknya. Lelah dan bercucurnya air mata memperjuangkan satu posisi dalam suatu instansi yang digandrungi ribuan orang dalam seleksi CPNS. Semoga menjadi amal kebaikan yang menggetarkan surga. Semangat untuk para pejuang NIP tahun ini ya, menjadi idaman para mertua!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun