Mohon tunggu...
Elizabeth Listya
Elizabeth Listya Mohon Tunggu... -

Saya lahir di Jakarta, 6 Januari 1989. Saya suka membaca sejak SD, dan mempunyai ketertarikan menulis sejak SMA. Saya senang menuangkan apa yang saya pikirkan dalam sebuah tulisan, sederhana saja. Menjalani hidup seperti air yang mengalir, tapi tidak boleh menyerah pada arus begitu saja.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hari Batik

6 Maret 2010   17:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:34 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Jumat, 5 Maret 2010. Hari itu pertama kalinya saya berangkat ke kantor dengan mengenakan baju Batik. Saya agak kaget juga dengan ide ini, karena biasanya kami menggunakan seragam ke kantor. Maklum, tempat saya bekerja dan menimba ilmu adalah perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur, yang dikontrol pula oleh perusahaan Jepang, jadi pakaian kita ke kantor ya diseragamkan. Hehe! Ada beberapa karyawan lain yang tetap mengenakan seragam juga ke kantor. Ya, memang mengenakan batik pada hari jumat bukan menjadi aturan wajib di tempat saya bekerja.

Sore hari saya berbincang dengan seorang teman. Dia juga mengenakan batik ke kantornya. Kantornya berbeda dengan saya. "Iyaa, sejak ada kabar batik diklaim oleh Malaysia, sekarang kalau hari jumat jadi hari batik", katanya ketika kami berbincang tentang pakaian kami yang sama-sama batik.

Dalam perjalanan pulang dengan transportasi khas Jakarta, saya mendapati hal yang sama. Banyak orang mengenakan batik pada hari jumat itu. Saya jadi teringat perbincangan sekilas dengan teman saya tadi.

Saya ingat beberapa bulan yang lalu, ketika Indonesia dan Malaysia agak bersitegang lantaran beberapa kebudayaan yang diperebutkan. Ya, termasuk batik ini. Sampai-sampai, ada hari yang dinyatakan sebagai Hari Batik Se-Indonesia, dan kini hari jumat banyak pegawai mengenakan batik.

Satu hal yang agak mengganjal dalam pikiran saya. Mengapa baru sekarang Hari Batik itu digembar-gemborkan. Bukankah sejak SD dulu kita sudah mengenakan seragam batik? Apa karena merasa diklaim pihak lain, lalu sekarang disayang-sayang dengan mengabadikannya dalam suatu hari? Lho, bukannya dulu waktu sekolah kita juga mengenakan seragam batik? Tapi tidak terlalu digembar-gemborkan?

Mengapa harus diancam dulu, baru kita bisa sadar? Yaa, memang sih, kita terkadang merasa sesuatu sangat berharga ketika hal tersebut perlahan mulai menghilang dari diri kita. Termasuk batik. Nah, kalau begitu, ancam saja semua aset yang kita miliki, agar kita mulai aware dengan hal-hal tersebut. Bukannya begitu? Hehehehe...

Sore ini saya berbincang dengan ayah saya. Dia bilang, sekarang banyak Batik Made in China dijual di pasaran. Nah lho? Jadi sebenarnya batik itu punya siapa? Hahaha!

Secara pribadi saya tidak keberatan jika diharuskan mengenakan batik di hari tertentu. Mungkin ada baiknya lagi, batik diseragamkan. Yah, memang seperti anak sekolah sih. Hehe! Hm, jadi punya ide, bagaimana kalau pemerintah membagikan baju batik kepada setiap warga negara, sebagai bentuk kecintaan kita terhadap aset yang katanya asli budaya Indonesia? Yah, tidak bisa dipungkiri kan, tidak setiap warga negara ini punya batik? Dari pada uangnya lari ke mana tidak jelas. Hehehe...

Apa rekan-rekan setuju dengan ide saya?

Salam cinta tanah air... =)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun