Satu hal yang membuatku terpikirkan tentang judul tulisan ini. Suatu kejadian sehari-hari yang lumrah terjadi dalam perjalanan pulang ku ke rumah. Aku sedang menunggu bus Patas AC di sebuah daerah di bilangan Senayan. Cukup lama. Ketika ada, bus nya datang berduyun-duyun, sekitar tiga bus, katakanlah bus A, B, dan C. Mereka berurutan. Bus A dikelola oleh perusahaan yang berbeda dengan bus B dan C. Bus B dan C berada dalam satu manajemen. Aku memilih bus B, yang berada di tengah.
Sebelum naik ke bus B, aku memperhatikan pergerakan bus C yang ada di belakangnya. Bus C ingin mendahului bus B, entah apa alasannya. Mungkin karena berebut penumpang...
Baru saja menginjakkan kaki dan berjejal dalam bus B, tiba-tiba ada suara benturan yang sangat keras. Suara itu berasal dari kaca spion kanan bus B yang pecah karena tertabrak oleh bus C yang ingin mendahuluinya. Lalu aku lihat bus C berlalu begitu saja, tanpa meminta maaf...
Sopir bus B dengan tenangnya berkata kepada kondektur untuk mengambilkan obeng dan mengganti spion yang pecah tadi. Dari percakapan yang terjadi antara sopir dan kondektur itu, aku beranggapan bahwa tindakan yang dilakukan oleh bus C adalah disengaja...
Sopir bus B memang tenang tapi tidak dengan penumpangnya, yang kebetulan mayoritas adalah kaum hawa. Mereka takut terjadi sesuatu yang lebih fatal lagi, dan berbahaya bagi semua. Untungnya hal yang dikhawatirkan tidak terjadi pada saat itu.
Jika bus B dan C adalah dua ekor binatang buas, maka para penumpang adalah mangsanya. Dua ekor binatang yang tidak akur karena berebut mangsa. Kedua bus itu berebut penumpang untuk memenuhi tuntutan setoran yang ditetapkan pihak perusahaan yang menaungi mereka. Kedua binatang buas saling memperebutkan mangsanya untuk dimakan demi memenuhi tuntutan lahiriah, karena lapar.
Bus C menabrak spion kanan bus B sebagai reaksi ketidaksenangannya, karena bus B dianggap menghalangi bus C dalam mendapatkan penumpang. Kedua binatang buas bisa saja saling membunuh satu sama lain hanya karena berebut mangsa.
Bus B tidak lantas mengambil tindakan balas dendam atas ulah bus C, sopir bus B justru diam, tidak banyak bicara, ia fokus melanjutkan tugasnya sebagai sopir yang mengantar penumpang. Kedua binatang buas bisa saja bersikap akur dengan memakan mangsanya bersama-sama, membaginya dengan adil. Pengaturan tempat ngetem dari bus bisa saja menjadi solusi dari masalah perebutan penumpang ini, dan menghindari 'iri-irian'.
Bus B dan C dikelola oleh satu perusahaan yang sama. Tuhan juga menjadi pemilik mutlak dari binatang buas yang lapar.
Jadi, bisakah binatang memberikan kita pelajaran???
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H