Mohon tunggu...
Eliyani
Eliyani Mohon Tunggu... karyawan swasta -

\r\nhttp://elysta-simplewish.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengenalkan Buah Hati Berbagi Sederhana

31 Juli 2012   04:50 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:25 437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_203779" align="aligncenter" width="500" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] Awal bulan ini anakku, Zahra, yang duduk dikelas satu SD islam Al-Mu'min menerima surat pemberitahuan, yang isinya menganjurkan kepada seluruh siswa untuk membawa infak selama bulan puasa ini. Anjuran lainnya adalah zakat dan membawa beberapa bahan makanan yang nantinya akan dibagikan oleh pihak sekolah dalam acara rutin tahunan. Program baksos ini memang sudah rutin dilakukan pihak sekolah untuk mengajarkan siswanya berbagi dengan sesama, terutama anak yatim dan kaum dhuafa. Kami selaku orang tua pun tidak merasa keberatan dengan adanya kegiatan ini. Karena makanan yang dianjurkan untuk dibawapun tidak terlalu banyak. Biasanya pihak sekolah membedakan antara kelas satu sampai kelas enam. Untuk kelas 1,2, dan 3 dianjurkan untuk membawa 1 botol syrup, 1 kaleng susu, 5 bungkus mie instant. Sedangkan untuk kelas 4, 5 dan 6 dianjurkan membawa 1 kg minyak goreng, 1kg gula pasir, 5 bungkus mie instan. Mungkin ini dimaksudkan agar bahan makan yang akan disumbangkan lebih variatif, tapi sekaligus tidak memberatkan orang tua. Dengan adanya kegiatan tersebut, Zahra kecilku bertanya, "Untuk apa bawa makanan itu, Mah? Buat buka puasa bareng ya?" katanya. Lalu dengan bahasa sederhana saya menjelaskan. "Alhamdulillah, Zahra kan bisa minum susu, makan yang cukup, baju yang pantas, bisa jajan, beli buku, tapi ada lhoo teman-teman Zahra yang lain tidak bisa menikmati semua itu setiap saat. Kasian kan mereka? Nah, selama kita masih bisa memberi dan berbagi, tidak ada salahnya kalau kita melakukannya. Ya 'kan?" Berbagi atau sedekah dibulan ramadhan memang sangat dianjurkan, tapi bukan berarti menutup kemungkinan untuk berbagi pada bulan-bulan biasa. Pun dianjurkan pula memberi sesuai kemampuan kita. Pernah suatu ketika, sehabis berakhir pekan, dan belanja keperluan bulanan, dalam perjalanan pulang, kami melihat seorang nenek yang kondisinya sangat memprihatinkan. Terbaring lemah dipinggiran jalan, dengan beberapa tikar sebagai alas dan baju yang kumal. Suami saya bilang, dia memang selalu berada disitu, pikirannya kosong dan meracau tak karuan. Kasihan melihatnya. Dimana sanak familynya. Atau memang sudah tidak mempunyai keluarga? Entahlah. Jika lewat kesitu, selepas makan siang suami saya selalu meyempatkan memberinya nasi bungkus untuk si nenek yang tampak sangat kelaparan. Mungkin dia tidak terlalu menduga dan berharap setiap orang yg lewat kesitu bisa memberinya makanan, tapi sangat tampak diwajahnya, ketika siang itu saya turun dari mobil dan memberikan beberapa makanan, dia sangat senang. Zahra bertanya lagi, "Kenapa Mamah ngasih makanannya buat nenek itu? Ntar buat kita mana?" Zahra, Kita diberi tangan, satu untuk membantu diri sendiri, satu untuk membantu orang lain. Nah, nenek itu sekarang sedang memerlukan uluran tangan kita. Coba bayangin deh kalau dia adalah nenek kamu, kasian kan? Kita memang bukan keluarganya, tapi setidaknya kita bisa menghibur si nenek biar senang. Nanti buat kita bisa beli lagi ya? Didalam rezeki yang kita peroleh sesungguhnya ada rezeki orang lain juga, yang jika kita bersedia membaginya, akan ditambahkan lagi rezeki kita. jadi sebenarnya tidak ada ruginya jika kita bersedia berbagi. Berbagi kepada sesama pun bisa mengajarkan anak untuk lebih bersyukur. Dalam contoh sederhana, yaitu ketika Zahra merengek minta dibelikan sepatu. Padahal sepatunya sudah ada beberapa pasang dilemari. Saya dan suami kali ini tidak bisa membujuknya. Akhirnya dibelikannya juga Zahra sepatu, dengan catatan sepatu yang lama diberikan kepada anak jalanan yang biasanya suka banyak berkeliaran dilampu merah. Zahra setuju. Lain kesempatan, dibawanya sepatu yang lama itu. Sebelum lampu merah, Nampak seorang ibu dan anak laki-lakinya yang sedang minta-minta kepada orang yang lalu lalang dengan kendaraan. Tapi setelah mendekat, Zahra tampak terkejut melihat kaki anak sebayanya itu. Kaki yang tumbuh tidak sempurna. Dia mengandalkan kedua tangannya untuk berjalan. Niat untuk memberikan sepatu kepada anak itupun diurungkan. Tapi ada satu hal yang bisa dijadikan pelajaran buat Zahra adalah, ketika dia memaksa untuk dibelikan sepatu, ada seseorang diluar sana yang tidak memiliki kaki sempurna. Maka semestinya dengan kedua kakinya Zahra bisa lebih bersyukur menerima pemberian Tuhan. Berbagi juga tidak selalu diidentikan dengan pemberian uang saja, baju yang layak pakai, mainan yg sudah tidak terpakai, atau berbagi ilmu. Meski nampak masih banyak pertanyaan yang hendak dia lontarkan, dia begitu meresapi penjelasan saya. Hendaknya konsep ini terus bisa dikenalkan kepada buah hati, agar kini dan kelak hatinya akan peka terhadap sesama dan kebiasaan itu melekat kuat didirinya. 'Orang yang benar-benar besar adalah sopan, bijaksana dan murah hati. Bukan hanya pada orang tertentu pada situasi tertentu tapi pada semua orang disegala waktu ' (Thomas J. Watson, jr) ***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun