Mohon tunggu...
Eliyani
Eliyani Mohon Tunggu... karyawan swasta -

\r\nhttp://elysta-simplewish.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Kekerasan dalam Berpacaran? No Way!!!

25 Juni 2012   13:09 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:33 1472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masa pacaran adalah tempat mengekspresikan perasaan cinta terhadap orang yang dipilih. Terlebih lagi sebagai masa pengenalan masing-masing karakter, yakni agar kita bisa lebih memahami karakter individu. Tapi benarkah dalam berpacaran“Love is blind”? istilah ini sangat tidak asing kedengarannya. Bukan karena buta terus meraba-raba doong…,tapi karena katanya cinta terkadang tidak memandang apapun. Perasaan ini melibatkan hati yang datang tanpa nalar atau logika. Tidak mempertimbangkan sosok yang dicinta siapa dan bagaimana, waktu serta keadaan. Tanpa syarat dan alasan. Adakalanya cinta yang terjebak dalam status berpacaran yang sulit membedakan mana cinta yang sehat atau tidak. Karakter pasangan yang temperament atau kondisi yang tidak sehat dalam suatu hubungan pacaran yang menyebabkan kekerasan terhadap fisik dan psycis seringkali termaklumi karena cinta yang buta tadi. Alih-alih mendapat kenyamanan dalam proses saling mengenal dan pendekatan individu, malah menimbulkan tekanan dan kekerasan. Dan biasanya pasangan yang bergender perempuanlah yang menjadi objek penderita. Seperti pengalaman seorang teman yang pernah dia ceritakan pada saya. Dengan meminta izinnya sebagai inspirasi dalam menulis ulasan ini, mudah-mudahan tulisan ini bisa menjadi inspirasi bermanfaat sebagai antisipasi terhadap kekerasan dalam hubungan berpacaran.

Saya memiliki cerita tentang pengalaman yang dialami oleh seorang teman, Bunga dan kekasihnya Leo (bukan nama sebenarnya). Kisah awalnya saat Leo mengajak untuk berhubungan free sex saat bulan-bulan awal pertunangannya dengan mengatakan bahwa itu sebagai bukti atau tanda cinta Bunga kepada Leo. Awalnya Bunga menolak, dengan alasan nanti saja kalau sudah menikah. Tapi Leo terus mengancam akan meninggalkannya. Bunga luluh juga. Bukannya tambah menyayanginya, karena keinginannya sudah terpenuhi, sikap leo mulai berubah jadi temperament. Setiap ada kesalahan sekecil apapun, Bungalah yang menjadi sasaran kemarahan Leo. Bukan saja dimaki-maki, jambakan atau tamparan kadang ia terima. Tentu saja Bunga tidak berani mengatakan itu pada keluarga atau memutuskan hubungan, karena sudah merasa terlanjur mencintainya juga mengingat sudah bertunangan dan tidak mau bikin malu keluarga. Tapi masa-masa yang harusnya bisa dijadikan pemantapan menuju pernikahan malah jadi masa-masa dilemma. Bagaimana tidak? Dilain sisi dia juga cinta dan mempertimbangkan perasaan keluarga. Tapi dilain sisi Bunga tersiksa dan memikirkan rumah tangganya nanti. Jika masih berpacaran saja sudah berani mengancam dan bertindak kasar, apalagi nanti jika statusnya sudah menjadi ‘milik’ Leo?

Saya sangat prihatin, tapi dengan kisah tersebut saya dapat mengambil kesimpulanbahwa dalam hubungan berpacaran, kita bisa saja menghindari kekerasan tersebut dengan cara:

1.Memiliki proteksi diri yang kuat dan menghargai diri sendiri

Mencintai pasangan dalam hubungan pacaran memang sangat mendasar tapi tetap mencintai diri sendiri adalah yang utama. Sebagai pasangannya, jangan lupa bahwa kamu tetap sebagai individu yang terpisah darinya. Yang layak untuk dihargai bukan disakiti.

2.Be your self dan tetap mengembangkan potensi diri

Saling melengkapi dalam suatu hubungan bukan berarti melebursecara keseluruhan dan tidak lagi memiliki identitas diri. Tetap mengembangkan kualitas diri dan tidak tergantung dengan pasangan sehingga kamu tidak dianggapnya lemah. Meski tanpa bantuannya kamu bisa melakukan apa saja yang kamu mampu.

3.Tidak menuruti semua keinginan pasangan

Cinta bukan dijadikan alasan agar pacar dapat memaksakan semua keinginannya dapat terpenuhi, termasuk hal-hal yang negative. Kita bisa memberikannya pengertian dan penjelasan dalam memilah apa saja keinginannya yang dapat kita penuhi dan mana yang tidak.

Pacar bukanlah hukum yang peraturannya harus dituruti setiap saat, sehingga kalau tidak dituruti akan mendapat hukuman. Bukan juga sebagai tempat menumpahkan kekesalan atau amarah.

4.Jadikan pacaran sebagai hubungan yang sehat

Selama berpacaran, logika tetap berjalan, sehingga pandai membedakan mana yang masih wajar atau tidak. Hubungan yang dengan menjalaninya akan merasa nyaman dengan kegiatan-kegiatan yang tidak menyimpang, akan membawa pengaruh positif kepada individu yang menjalaninya.

5.Hindari free sex

Kebanyakan perilaku ini sangat merugikan. Selain dari sisi norma dan kesehatan, juga menimbulkan efek psycologi negative karena akan merasa terjebak sehingga akan segan untuk melepaskan pasangan karena merasa sudah terlanjur melakukannya, cemas jika orang lain tidak bisa menerima kondisinya, bahkan mendapat ancaman dari pasangan untuk menyebarkan aib tersebut.

6.Jangan berikan cintamu bulat-bulat, sisakan buat dirimu kalau dia mengancam mau minggat, jadi kamu tidak tergantung padanya, masih banyak cinta lain yang lebih menghargai cintamu.

Pasangan yang baik adalah yang bisa membuat kita merasa dicintainya, dan menjadikan kita pribadi yang lebih baik dan berkualitas, bukan menyakiti dan membuat kita merasa tidak berguna. Jika dengan memberikan pemahaman tidak mempan, tinggalkan saja.

So, ladies, pacaran yang menyehatkan yess! Kekerasan? NO WAY!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun