“Sambil menyelam minum air”. Reaksi dadakan yang saya tangkap saat sekilas mencermati cerita belakangan ini yang terjadi disekitar tempat tinggal saya yang berkaitan dengan kelahiran bayi dan cara menyambutnya. Tentang kelahiran bayi dan acara dangdutan.
Biasanya apa yang terlintas dibenak anda saat menyambut kelahiran sang buah hati tercinta?
Kalau dalam tradisi islam, yang paling awal dilakukan adalah dengan
mengadzankan ditelinga kanan bayi dan mengiqomatkan ditelinga kiri bayi. Dengan harapan, suara-suara yang terdengar saat pertama kalinya didunia sebelum dia mendengar suara-suara yang lain adalah kalimat-kalimat suci tentang Allah, Muhamad, perintah sholat sebagai amalan yang paling utama, dan anjuran menuju kehidupan yang baik dan bahagia didunia dan akhirat.
Kemudian mempersiapkan nama pilihan untuk sang bayi.
“Apalah arti sebuah nama!” biarkan ungkapan ini hanya menjadi percakapan dalam sebuah novel persilatan jaman dulu saja, hohoho.
Setiap orang tua pasti menginginkan suatu saat nanti anaknya menjadi sosok yang diharapkan dan dibanggakan, maka ada yang memberi nama sebagai bentuk doa untuk anak tersebut. Ada yang bermakna islami, seperti sebutan-sebutan suci nabi dan para sahabatnya, julukan-julukan tokoh islam, atau yang mengandung makna indah lainnya.
Jika keluarga dari jawa, bisa saja banyak menggunakan huruf-huruf bervokal o seperti Susilo Bambang Yudhoyono, Priambodo, Suminten, Sujiwo Tejo dan lain-lain.
Dalam keluarga sunda, seperti Titin Suprihatin, Euis Komalasari, Asep Saeful, Entis Sutisna dan lain-lain.
Atau dalam keluarga yang dibelakangnya ditambahi nama sebagai nama marga seperti Suku Batak, Minangkabau, suku Ngada-flores dan lain-lain.
Ada juga tradisi zuo chou yang unik. Bayi diminta memilih barang-barang yang diletakkan di hadapannya, seperti sempoa atau kalkulator, buku, uang kertas, harmonica, alat lukis, dan lain-lain. Yang katanya bisa menggambarkan minat anak, dan diharapkan si anak menjadi orang sukses nantinya.
Dalam masyarakat Tionghoa, ada sebuah buku xing ming xue atau xing ming yu ming yun, yang memberi petunjuk menghitung dan memberi nama baik yang didasarkan pada beberapa hal.
Nama adalah penting, sebagai identitas dan cerminan karakter seseorang yang diharapkan menjadi do’a untuk sang bayi. Nama adalah sesuatu, hehehe.
Langkah selanjutnya, sebagai ungkapan rasa syukur kita kepada Allah karena telah dikarunia bayi adalah dengan melaksanakan Aqiqah, yaitu menyembelih dua ekor kambing untuk anak laki-laki dan satu ekor kambing untuk anak perempuan.
Biasanya dalam moment ini ada acara mencukur rambut bayi yang kemudian rambut tersebut ditimbang beratnya lalu akan disetarakan dengan berat emas yang nantinya bisa disumbangkan untuk orang yang membutuhkan. Ini adalah manfaat sosialnya. Untuk mafaat kesehatan, dengan mencukur rambut bayi, diharapkan bisa menghilangkan kotoran. Dengan hal tersebut kita membuang rambut yang jelek/lemah dengan rambut yang kuat dan lebih bermanfaat bagi kepala. Dan hal tersebut berguna untuk membuka lubang pori-pori yang ada di kepala supaya gelombang panas bisa keluar melaluinya dengan mudah di mana hal tersebut sangat bermanfaat untuk menguatkan indera penglihatan, penciuman dan pendengaran si bayi. peredaran darah dikepala bayi lancar, syaraf-syarap dikepala kuat, dan lain-lain.
Langkah selanjutnya adalah syukuran dan khitan untuk bayi laki-laki.
Banyak kebiasaan-kebiasaan dari sederhana , secara syariat, secara adat istiadat yang dilakukan. Kebiasaan kecil yang kemudian jadi tradisi dilingkungan tempat tinggal saya salah satunya adalah beramai-ramai menengok si bayi dengan memberikannya kado. Alasan tulusnya sih adalah sebagai bentuk perhatian kita dan ikut merasa senang dengan kelahiran bayi baru, biasanya sih ini dilakukan oleh keluarga atau tetangga dekat. Atau maksud tersembunyi yang lain agar mendapat pengakuan dan berharap mendapat kado balasan jika suatu saat dia memiliki bayi (smoga alasan ini tidak dominan yaa, hehehe).
Jaman dulu, kebiasaan orang-orang atau tetangga terdekat dalam mengekspresikan perhatiannya adalah dengan menyelipkan sebuah amplop yang berisi uang sekedarnya yang istilahnya disebut ‘nyeumpal’. Dengan ungkapan basa-basi “untuk membeli sabun” katanya.
Tapi makin kesini lagi tradisi itu perlahan pudar terganti dengan tradisi memberikan kado untuk sang bayi. Kisaran harga yang dipatok saat membeli kadopun bervariatif, tergantung kedekatan dengan keluarga sang bayi. Ada yang ingin memberikan kado dengan kualitas bagus, atau bisa saja yang standar-standar saja. Tergantung kemurahan hati sang pemberi dan kondisi kantong saat itu hehehe. Efek lainnya jadi menjamurnya toko-toko dadakan yang menyediakan perlengkapan bayi sekaligus jasa pembungkusan kado.
Jika di Bali ada istilah tiga bulanan yaitu semacam upacara menyambut bayi saat usianya menginjak tiga bulan, sebagai bentuk syukur kepada Tuhan karena telah menjaganya dengan baik.
Tradisi lain dari adat istiadat jawa adalah tedhak sinten atau turun tanah, memperkenalkan bayi pada tanah, dengan tujuan agar bayi selamat dan bisa cepat berjalan.
Berbagai cara, adat istiadat, dalam menyambut kelahiran bayi sebagai bentuk ungkapan bahagia, memang variatif. Tapi smoga kita bisa mengambil perwujudan ekspresi yang paling banyak mengandung manfaatnya.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H