"Sebaiknya Tuan lihat sendiri," jawab si ibu.
Ketika Khalifah Umar masuk ke dalam rumah dan dia melihat apa yang ada di dalam panci tersebut, tampak air menggelegak dan di dalamnya terlihat beberapa butir kerikil. Betapa terkejut Khalifah Umar melihatnya.
"Ibu memasak batu?"
Si ibu mengangguk sembari berkata, "Aku seorang janda. Hari ini aku tak punya makanan yang dapat dimakan oleh anakku. Maka aku menyuruhnya berpuasa. Tadinya, aku berharap menjelang puasa akan mendapat rezeki, ternyata tidak. Terpaksa aku berpura-pura memasak untuk menghibur anakku. Kukumpulkan kerikil lalu aku rebus dalam panci. Aku minta ia tidur sambil menunggu makanan matang. Tetapi, sebentar-bentar ia terbangun dan menangis karena perutnya lapar."
Hati Khalifah Umar terasa pilu. Ia ingin menangis mendengar penuturan si ibu. Ia bergegas mengajak Aslam pulang ke Madinah. Sesampainya di Madinah, Khalifah Umar mengambil sekarung gandum. Ia memanggul gandum itu ke rumah si ibu.
Di tengah perjalanan, Aslam berkata, "Wahai Amirul Mukminin, biarlah aku yang memanggul karung itu."
"Tidak, Aslam," kata Khalifah Umar. "Jangan jerumuskan aku ke dalam neraka. Engkau ingin mengantikanku memikul beban ini. Tapi, kau tidak akan bisa memilkul beban di pundakku pada hari pembalasan."
Khalifah Umar datang lagi ke rumah si ibu. Ia menyerahkan sekarung gandum yang dibawanya kepada perempuan itu.
Si ibu terkejut, "Siapa Tuan sebenarnya?"
Baca juga: Kisah Rasulullah dan Anak Yatim yang Lusuh
Khalifah Umar tersenyum, "Aku adalah Umar bin Khattab. Aku adalah seorang hamba Allah yang diamanahkan untuk mengurus keperluan rakyat. Maafkan aku karena telah mengabaikan ibu."