Mohon tunggu...
Elita Maida Vina Prospera
Elita Maida Vina Prospera Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Gizi Universitas Esa Unggul

Saya adalah mahasiswa yang tertarik dalam bidang ilmu gizi dan senang berbagi informasi.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Mengapa Perempuan Seringkali Terpinggirkan dari Makanan Bergizi?

8 Maret 2023   07:00 Diperbarui: 8 Maret 2023   06:59 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Perbedaan gender masih menjadi isu terkini dan penting di banyak negara di dunia. Meskipun dalam beberapa dekade terakhir telah mencapai banyak kemajuan, perbedaan gender masih terlihat jelas di berbagai bidang kehidupan seperti pendidikan, kesempatan kerja, partisipasi politik, dan tak terkecuali di bidang kesehatan dan pangan.

Perempuan lebih sering memperoleh makanan berkualitas lebih rendah daripada laki-laki

Sebuah studi oleh Food and Agriculture Organization (FAO) (2017) menunjukkan bahwa perempuan di negara berkembang seringkali menerima porsi yang lebih kecil dan gizi yang lebih buruk daripada laki-laki, terutama di keluarga miskin. Selain itu, studi tahun 2019 oleh Badan Pangan Dunia (WFP) menunjukkan bahwa perempuan seringkali memilih untuk memberikan makanan yang lebih baik kepada anggota keluarga lainnya, terutama anak-anak dan laki-laki dewasa dalam keluarga. 

Perempuan yang lebih sering memperoleh makanan berkualitas lebih rendah daripada laku-laki disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya:

  • Stereotip perempuan hanya sebatas mengurus keluarga dan tidak boleh terlibat dalam kegiatan ekonomi yang lebih produktif. Stereotipe ini seringkali membuat perempuan dipandang tidak mampu atau kurang mampu dalam bidang tertentu, terutama bidang keuangan dan bisnis. Stereotype ini bersumber dari pandangan tradisional terkait dengan peran gender yang sangat kaku, dimana perempuan hanya dipandang sebagai pengasuh keluarga dan penopang emosional, sedangkan laki-laki dipandang sebagai tulang punggung keluarga yang harus mencari nafkah. Stereotip ini juga berakar dari persepsi bahwa perempuan lebih lemah dan kurang mampu membuat dan memimpin keputusan penting. Di banyak masyarakat, perempuan diharapkan memenuhi peran tradisional mengurus keluarga dan melakukan pekerjaan rumah tangga sehari-hari. Hal ini seringkali membatasi waktu dan kemampuan mereka untuk membeli makanan berkualitas.
  • Banyak perempuan mengalami ketimpangan pendapatan dan kesempatan kerja, yang membatasi akses mereka ke makanan berkualitas. Di beberapa negara masih dianggap tidak perlu bagi perempuan untuk mengenyam pendidikan formal bersama laki-laki. Hal ini membuat perempuan memiliki kesempatan terbatas untuk pekerjaan bergaji tinggi dan kesempatan untuk meningkatkan keterampilan mereka. Wanita dengan pendapatan lebih rendah dari pria mungkin tidak memiliki cukup uang untuk membeli makanan sehat, terutama jika makanan tersebut lebih mahal daripada makanan tidak sehat. Uang yang diperoleh juga harus diprioritaskan untuk kebutuhan lain seperti tempat tinggal, pendidikan atau perawatan kesehatan, yang dapat mempersulit Anda untuk membeli makanan berkualitas baik untuk diri sendiri.

Dampak perbedaan makanan antara laki-laki dan perempuan

Diskriminasi antara laki-laki dan perempuan menimbulkan efek domino yang negatif. Terdapat studi yang menunjukkan bahwa perbedaan makanan antara laki-laki dan perempuan dapat berdampak negatif bagi kesehatan perempuan, seperti kekurangan gizi, anemia, dan gangguan kesehatan lainnya. Hal ini dapat mempengaruhi kemampuan perempuan untuk bekerja dan mengurus keluarga serta memperburuk kemiskinan dan ketidaksetaraan gender.

Dengan masih maraknya kejadian perempuan yang sering kali sulit memperoleh makanan berkualitas tinggi, program dan kebijakan pemerintah yang berfokus pada kesejahteraan perempuan dan anak-anak, termasuk pemberdayaan ekonomi perempuan, akses yang lebih baik terhadap layanan kesehatan dan gizi, serta pendidikan diperlukan. Tak sebatas pemerintah, pihak swasta dan masyarakat perlu mengambil andil dalam membrantas permasalahan ini. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun