Mohon tunggu...
Elita Azalia
Elita Azalia Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar PKTJ Tegal

Seseorang yang mempunyai hobi mendengarkan musik dan sedang belajar untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Menguak Fakta Surat dari Praha

1 Desember 2022   10:38 Diperbarui: 1 Desember 2022   11:24 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Surat dari Praha menggambarkan kehidupan keluarga yang terlihat tidak terlalu harmonis, dimana hal tersebut dapat terlihat dari bagaimana cara sang anak berbicara kepada ibunya sendiri. Kata-kata yang dilontarkan sang anak kepada ibunya terlihat seperti dia tidak menghargai bagaimana kondisi sang ibu yang pada saat itu sedang terabring lemah diranjang rumah sakit. Belum diketahui pasti apa penyakit yang diderita oleh Bu Sulastri nama dari ibu sang anak, yang bernama Larasati. Diawal film Larasati meminta hak milik dari rumah yang selama ini ia dan ibunya tempati. Jika kita lihat dari segi kenangan-kenangan yang mereka pernah lewati bersama sebagai ibu dan anak didalam suatu rumah pastinya sang anak akan merasa sungkan untuk meminta hak milik rumah kepada ibunya sendiri. Tapi kisah mereka dalam film ini berbeda. Ada banyak hal yang tidak diceritakan secara mendalam dari sang penulis film.

Kerenggangan semakin terlihat dari bagaimana perlakuan Larasati kepada ibunya, ibunya yang tidak bisa berkata-kata saat ditanyai mengenai hak milik rumah mereka, kemudian sikap Larasati yang langsung meninggalkan ibunya karena menurutnya ibunya tidak bisa mengerti bagaimana kondisinya yang saat ini sedang menjalani perceraian dengan suaminya. Larasati keluar dari ruangan dengan perasaan kecewa kepada ibunya sendiri. Tak lama kemudian setelah Larasati merasa bahwa pikirannya sudah mulai tenang dia mencoba untuk berbincang kembali dengan sang ibu, ternyata ajal lebih dahulu menjemput ibunya. Apa yang ia rencanakan selama ini musnah. Larasati termenung meratapi nasib apa yang ia akan hadapi selanjutnya. Hari pemakaman tiba,  ibu Sulastri telah dimakamkan. Di hari selanjutnya Larasati bertemu dengan seseorang yang menyarankan untuk membawa sebuah kotak dan meminta tanda tangan dari orang lain yang berada di sebuah kota dimana kota tersebut merupakan ibu kota negara Ceko yang bernama kota Praha. Tidak tahu atas dasar apa Larasati diminta untuk datang ke kota tersebut, tapi dengan keyakinan hati agar masalahnya dapat selesai dengan cepat akhirnya Larasati langsung berangkat ke kota tujuan. Larasati akhirnya tiba ditempat yang ia tuju, tuan rumah kemudian datang dan menanyakan tentang keperluannya datang dirumah tersebut. Hal-hal yang selama ini terjadi semua selanjutnya Larasati ceritakan hingga maksud dan tujuan ia berkunjung kerumah yang berada di tengah kota Praha itu. Betapa tidak senangnya sang tuan rumah yang mendengar akan perihal yang Larasati tuturkan. Pak Jaya sangat tidak menyetujui perihal tanda tangan surat wasiat rumah keluarga ibu Sulastri dan meminta agar Larasati untuk pergi meninggalkan kediamannya. Dengan perasaan marah dan kecewa Larasati pergi meninggalkan kediaman Pak Jaya.

Banyak hal-hal yang tak terduga pada saat Larasati mencoba untuk mencari tempat tinggal di kota asing tersebut. Mulai dari taksi-taksi yang tidak menerima tumpangan sampai akhirnya Larasati mendapatkan taksi yang ternyata pada saat pemberhentian menodongi Larasati dengan senjata api yang membuat Larasati mau tidak mau langsung keluar dari taksi tersebut. Tak tahu arah mana yang akan ia tuju, Larasati kembali ke kediaman Pak Jaya. Hal-hal yang terjadi selanjutnya adalah penerimaan Pak Jaya terhadap Larasati sebagai anak dari seorang perempuan yang pernah ia cintai. Banyak hal yang terjadi dimasa orde baru yang membuat Pak Jaya dan bu Sulastri tidak bisa bersatu. Pak Jaya takut akan menghancurkan hidup ibu Sulastri, karena apabila mereka bersama makan ibu Sulastri akan dianggap tidak bersih lingkungan. Pak Jaya merupakan tahanan politik pada masa orde baru  dan mencoba untuk melindungi ibu Sulastri dari hukuman dan ketidakadilan. Serta alasan dimana bu Sulastri yang tidak bisa menerima kondisi keluarganya dengan cara terus mengurung diri dikamar dan tidak ingin berkumpul dengan anak dan suaminya. Hal tersebut dikarenakan oleh surat-surat yang Pak Jaya kirim kepada ibunya sebagai bentuk dari rasa rindu terhadap seseorang yang dipisahkan oleh takdir politik. Didalam film karakter Pak Jaya menuturkan perjuangan para tahanan politik di negara asing terutama Pak Jaya bersama teman-temannya yang berjuang di negara Ceko dimana negara tersebut merupakan negara sosialis yang mengharuskan semua warga negaranya untuk bekerja dan apabila tidak, maka mereka akan masuk penjara. Dari segi politik Pak Jaya menuturkan jika ia tidak pernah menyesal menolak orde baru, karena beliau melakukan tindakan tersebut dengan sadar jadi tidak ada tempat untuk disesali. Di menit-menit terakhir Pak Jaya dan teman-teman mengatakan jika menolak orde baru pada saat itu maka mereka akan kehilangan paspor dan juga kewarganegaraan (stateless).

Menurut pandangan saya dari segi bagaimana sang penulis menggambarkan hiruk pikuk kondisi politik Indonesia yang dikemas didalam bentuk film romantis merupakan ide yang sangat baik. Hal tersebut perlu dilakukan agar tidak terjadi kebosanan dalam film. Referensi berbagai tontonan dapat menarik minat para penonton untuk dapat mempelajari sejarah dari film yang mereka lihat. Film tersebut juga berani dalam membuka fakta-fakta yang terjadi pada saat masa orde baru. Adanya tahanan politik yang kehilangan warga negara merupakan fakta kelam yang pernah terjadi di negara Indonesia. Cerita tentang bagaimana para Warga Negara Indonesia yang harus bertahan di negara asing tanpa adanya kelanjutan pertanggung jawaban dari pemerintah negara pada masa itu. Ya, dari film tersebut juga menguak fakta bahwa pemerintah pada masa orde baru dapat dengan cepat mengadili siapa saja yang dianggap berbahaya terhadap pemerintahannya. Kebebasan berpendapat pada saat itu memang sangat-sangat dibatasi. Film ini juga menggambarkan tentang bagaimana perjuangan mahasiswa Indonesia yang tetap semangat untuk terus melanjutkan hidup di negara yang mereka tempati. Apapun hal yang telah terjadi di masa pemerintahan Indonesia terdahulu harus dapat dijadikan sebagai bahan acuan pemerintahan Indonesia di masa sekarang agar hal-hal semacam itu tidak terulang kembali dan pemerintahan harus terus melakukan perubahan-perubahan demi kemajuan negara Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun