Mohon tunggu...
Elison Manisa
Elison Manisa Mohon Tunggu... Freelancer - Penyair Rasa

Pendidikan, Lifestyle, Politik, Humaria, Literasi, Sastra Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Budaya Kosu "Mempelai Perempuan dalam Tradisi Amarasi"

22 September 2022   18:40 Diperbarui: 22 September 2022   18:44 1728
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Budaya Kosu "Mempelai Perempuan Dalam Tradisi Amarasi" 

Melestarikan budaya Nusantara dan sangatlah penting bagi generasi muda Indonesia yang saat ini berkolaborasi dengan berbagai ragam budaya di masyarakat itulah sebabnya, budaya lokal di Nusantara tidak boleh diabaikan begitu saja, karena sangat berhubungan dengan budaya leluhur yang telah mendahului kita. Sehingga sangat penting bagi generasi muda Indonesia untuk menciptakan budaya yang unggul serta melestarikan hingga internasional.

Dalam tradisi Timur ada budaya Kosu, adalah budaya berbentuk tarian dalam acara adat pernikahan (Rais Matsao) oleh Suku Amarasi. Di mana pada puncak acara para penari yang berasal dari sanak saudara dan handai-taulan mempelai perempuan menari dengan lantunan musik dan syair untuk mengiringi, kebahagiaan, kesedihan, dan turut mendoakan, serta memberikan restu hingga melepaskan seorang anak perempuan dari keluarga kandung dan keluarga besar orang tuanya untuk memasuki rumah tangga  baru bersama pasangannya. 

Ilustrasi DokPBD: Ria Yunita Ranboki 
Ilustrasi DokPBD: Ria Yunita Ranboki 

Uniknya cara para penari memberikan saweran kepada mempelai perempuan yaitu dengan cara menyelipkan uang kertas dengan berbagai nominal pada lidi-lidi yang ada di mahkota sanggul mempelai sambil terus menari sesuai dengan irama sampai semua lidi terpenuhi. Pemberian uang ini sebagai bahasa simbol bahwa sanak keluarga mendukung kedua mempelai, dengan membekali mereka untuk mulai membina rumah tangga baru. 

Nantinya apa yang telah di terima dari keluarga perempuan akan menjadi bagian suami untuk saling menghargai dan mendung satu dengan lainnya, tahap inipun butuh waktu dan proses yang cukup lama untuk menyatakan isi hati sebagai bahwa pemberian yang diberikan oleh keluarga perempuan lebih kepada hubungan kekerabatan dan kekeluargaan yang menjadi penghubung antara kedua pasangan tersebut.

Apabila dikemudian hari-hari ada hal-hal merasa kurang nyaman dan tidak memberikan keuntungan bagi satu pihak, maka tidak boleh saling menyalakan untuk berupaya menang sendiri dalam keadaan apapun harus saling menghargai sesuai dengan pesan dan kesan moral yang disampaikan pada saat pelepasan anak perempuan mereka kepada keluarga laki-laki, jika ada masalah selesaikan bersama sehingga tidak menimbulkan pertikaian di antara kedua belah pihak.

Sejak itulah, mereka sepakat memasuki rumah tangga yang telah di idam-idamkan dalam tahap persahabatan, perkenalan, dan jatuh hati hingga disatukan oleh pilihan yang nanti akan merasakan janji setianya baik dihadapan keluarga, tua-tua adat, tua-tua agama, dan di hadapan Tuhan. 

Surabaya, 22/09/2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun