Ci Elis walau beragama Budha dan keturunan Tiong Hoa tidak makan daging babi, sapi dan kambing. Cuma ayam. Jadi dijamin halal. Karena juga tidak memakai minyak-minyak non halal. Cuma minyak wijen, kaldu jamur dan merica untuk campuran masakannya.
Usai icip-icip Phao, pangsit kuah, juice sirsak, kami mulai walking tour ke Vihara Budha Dharma & 8 Pho Sat atau di kenal dengan Vihara Budha tidur. Jujur takjub juga sih patung Budha Tidur ada di Bojong Gede. Di bangun Suhu Ade yang masih kerabat Ci Elis dari garis Mamanya. Eh Mamanya Ci Elis masih ikutan masak loh, walau sianya sudah di atas 60 tahun.
Jarak yang cuma sepelemparan batu, kami tempuh hanya beberapa menit jalan kaki. Vihara lumayan ramai dikunjungi baik wisatawan maupun yang memang bertujuan ibadah. Tak mau mengganggu mereka yang ibadah, saya dkk nggak lama-lama. Setelah berkeliling dan foto-foto kami  kembali ke warung kopi Tiam 89 buat makan siang.Â
Sudah order terlebih dahulu jadi kamu datang, nggak lama makanannya ke luar. Sebagian memilih yang direkomendasikan Nasi goreng kuning, tapi ada juga yang pesan mie ayam yang mie nya dibuat sendiri.Â
Saat makan, Ci Elis mengeluarkan rolade home Made. Campuran daging ayam berbumbu yang dibungkus telur rasanya enak. Jam ga disajikan buah pepaya potong hasil kebun dan sepiring kue Imlek. Ada Bika Ambon, lapis legit dan kue keranjang alias dodol China.
Usai makan mengembalikan energi, kamipun melanjutkan Walking Tour ke Vihara ke dua. Â Yaitu Vihara Naca. dibangun dan dimiliki keluarga. Tak sebesar Vihara Budha Tidur tapi Vihara Naca cukup menarik. Kalau kalian penggemar film China pasti tahu Naca, yup bocah kecil yang rambutnya diikat dua menyerupai bola. Naca dalam mitologi China dipercaya sebagai Dewa Pelindung.Â
Vihara ketiga juga nggak jauh dari Vihara Naca, jadi kami masih jalan kaki. Vihara ketiga ini terlihat lebih luas di Bandung dua Vihara sebelumnya. Namanya Vihara Sian Jin Ku Poh. Yang menarik dari Vihara ini, lilinnya yang gede-gede. Tiap lilin terlingkar nama orang/perusahaan. Bisa jadi sebagai bentuk syukur.
Selain lilin yang gede-gede seukuran batang pohon, di samping Vihara ini berdiri Padepokan Semar. Nggak terlalu besar tapi cuku menyita perhatian karena dinding bangunan berwarna abu gelap, kontras dengan Vihara yang dominan berwarna merah dan kuning emas.
Saya sempat mengintip, hanya ruangan seukuran 5x3 m, ada tokoh punakawan, Semar, Bagong, Petruk dan Gareng, juga ada Patung besar lainnya. Katanya ada tuh orang yang datang untuk berdoa sesuai keyakinannya. Padahal kan itu bukan tempat ibadah. Tapi entahlah. Yang pasti, perjalanan menyenangkan dan menambah wawasan.Â