Saya ingat ketika masih duduk dibangku SMP, hampir setiap minggu guru bahasa Indonesia selalu menugaskan kami meresensi buku cerita sastra tempo dulu, seperti salah asuhan, salah pilih, siti nurbaya, robohnya surau kami, dan masih banyak lagi dengan catatan penting "diresensi dengan kata-kata sendiri". Tadinya saya tidak pernah berpikir apa sih manfaat sebenarnya membaca buku sastra tersebut dan kemudian meresensinya, bahkan kami sering merasa kesulitan, maklumlah buku sastra tempo dulu memiliki gaya bahasa yang cenderung bermajas. Setelah bertahun-tahun kemudian dan ketika dunia kepenulisan semakin booming di kalangan masyarakat Indonesia, barulah saya menyadari bahwa tugas yang sekian tahun saya kerjakan ternyata memberi banyak manfaat bagi saya. Ternyata itulah cara guru saya menanamkan kecintaan akan membaca buku yang pada akhirnya akan melahirkan kebiasaan untuk menulis, setidaknya diawali dengan menulis resensi atau ringkasan buku tersebut. Menulis resensi buku, terutama buku sastra ternyata akan memperkaya kemampuan kita untuk mengolah kata dan diksi yang lebih tepat.
Sepanjang kenangan saya selama menyelesaikan jenjang bangku sekolah, hanya sedikit guru terutama guru bahasa Indonesia yang seperti itu. Umumnya guru selalu berambisi untuk cepat-cepat menyelesaikan beban kurikulum tanpa mau tahu apakah muridnya mengerti, memahami, atau tidak materi tersebut, dan bagaimana merefleksikan materi tersebut untuk kehidupan sehari-hari. Padahal jika diartikan secara harfiah, kata guru merupakan gabungan dari dua kata dalam bahasa sanksekerta, yaitu gu dan ru. Gu artinya kegelapan dan ru artinya melepaskan. Jadi guru adalah seseorang yang memiliki kelebihan untuk melepaskan manusia dari kegelapan ilmu pengetahuan, kebodohan, dan ketidaktahuan, yang pada akhirnya akan membentuk kepribadian dan karakter manusia yang lebih baik. Guru adalah sebuah profesi yang sangat mulia, karena itu banggalah dengan profesi guru.
Guru memiliki tugas yang sangat penting demi kelangsungan masa depan negara, yaitu melahirkan dan mempersiapkan generasi muda penerus bangsa yang berkualitas di masa depan. Karena itulah guru menjadi salah satu pilar pendidikan yang memiliki peranan sangat penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia. Filosofi sosial budaya dalam pendidikan Indonesia tidak jarang memposisikan guru kedalam peran yang kurang lebih sama dengan peran orangtua, yaitu mendidik dan menjaga moral serta etika anak didiknya sehingga guru kerap diposisikan sebagai orangtua kedua bagi anak didiknya. Selain tugas utama seorang guru adalah mentransformasikan nilai-nilai ilmu pengetahuan sebagai bekal bagi generasi muda penerus bangsa.
Namun dalam kenyataannya, dari tahun ke tahun pendidikan Indonesia selalu mengalami beragam permasalahan yang tidak kunjung selesai meskipun telah diperbaiki dengan berbagai cara dan upaya. Guru sebagai bagian dari sistem pendidikan pun tidak terlepas dari lilitan berbagai permasalahan baik menyangkut kualitas/mutu, jumlah, persebaran, maupun tingkat kesejahteraan. Tapi yang paling mendesak adalah persoalan bagaimana meningkatkan kualitas atau mutu guru sebagai pentransformasi ilmu pengetahuan bagi generasi muda penerus bangsa di masa depan.
Mengutip apa yang diucapkan oleh Fuad Hassan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan 1985 - 1993, "sebaik apapun kurikulum dan sistem pendidikan yang ada, tanpa didukung mutu guru yang memenuhi syarat maka semuanya akan sia-sia. Sebaliknya, dengan guru yang bermutu maka kurikulum dan sistem yang tidak baik akan tertopang". Bahkan berdasarkan release yang dikeluarkan oleh Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, terdapat hampir separo dari sekitar 2,6 juta guru di Indonesia tidak layak mengajar. Kualifikasi dan Kompetensinya tidak mencukupi untuk mengajar disekolah.
[caption id="attachment_376197" align="aligncenter" width="321" caption="Sumber : http://www.slideshare.net/SatriaDharma/guru-indonesia-dan-sekolah-bertaraf-internasional"][/caption]
Realitas semacam ini pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas anak didik yang dihasilkan. Belum lagi permasalahan, dimana seorang guru (khususnya guru SD) seringkali mengajar lebih dari satu mata pelajaran yang terkadang bukan merupakan keahliannya. Kondisi ini menyebabkan proses belajar-mengajar menjadi kurang maksimal, materi yang dibebankan pada mata pelajaran tersebut akan berakhir sia-sia karena anak didik tidak mengerti dan memahaminya, bagaimana anak didik bisa mengerti kalau gurunya pun tidak memahami materi yang diajarkannya. Padahal jenjang Sekolah Dasar merupakan pondasi utama dan sangat penting bagi kelangsungan transformasi ilmu pengetahuan ke jenjang selanjutnya.
Bahkan Wardiman Djojonegoro, Mantan Menteri Pendidikan Republik Indonesia pernah mengungkapkan, kualifikasi guru SD masih perlu ditingkatkan karena saat ini diperkirakan hanya sekitar 20 persen guru Sekolah Dasar (SD) di Indonesia yang sudah memenuhi syarat kualifikasi mengajar, itu artinya masih ada sekitar 80 persen lagi guru yang masih mengantongi syarat utama dalam mengajar.
Menjadi Guru Profesional
Pada tanggal 14 Desember 2004, Presiden SBY mendeklarasikan guru sebagai bidang pekerjaan profesi. Setahun kemudian, tepatnya tanggal 15 Desember 2005, disahkan UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen:
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!