Sungkawa
Oleh Elisabet Riski Titasari
denting kengerian menggema di ujung senja
mengirim irama yang menyayat sukma
hati berdesir tatkala mereka datang tanpa suara
terdengar tangis memekik di balik gorden bunga
dengan angin bergemuruh seolah ikut merana
ada apakah gerangan?
puan terpaku di sudut jendela
melihat sekililing mengangkat kursi dan meja
Ia tak menangis, tak jua meronta
di meja kaca ruang keluarga
asbak masih pekat aroma Sampoerna
"Tidak akan terjadi apa-apa," pikirnya --
detik waktu menjelma bagai misteri
antara nyata dan ilusi
masing-masing mendekap dan mengusap air di pipi
"Mas, apa yang terjadi?" tanyanya sambil memegang kopi yang tak panas lagi
bayang-bayang ngeri meracuni pikiran puan yang masih berdiri
sampai akhirnya suara ngeri itu berbunyi
meja kayu panjang menyangga peti
terlihat wajah tampan yang pucat pasi
puan mendekat berharap mimpi, ternyata asli
remuk redam sungguh menguasai
tangis pun enggan untuk mendampingi
sesak di dada menekan sakit sekali
di ujung senja suka menjelma
duka berselimut sungkawa
sukma nelangsa bersandar di meja coklat tua
hatinya porak poranda
sekujur tubuh kelu memandang ayahanda
teringat pesan untuk segera pulang setelah misa
apakah ini maksudnya?
(2/11/20 )
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H