[caption id="attachment_412292" align="aligncenter" width="600" caption="UN Online/Kompas.com"][/caption]
Ujian Nasional (UN) selalu menjadi perbincangan yang menarik perhatian untuk setiap tahunnya. Banyak pihak yang menyangkut mengenai Ujian Nasional ini, baik sekolah, guru, siswa, orang tua, maupun pemerintah daerah. Namun ada yang berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya,
UN kali ini ditandai dengan adanya pelaksanaan UN CBT yang menjadi langkah awal dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan serta Presiden Joko Widodo yang mengatakan bahwa UN Online yang berbasis pada CBT (Computer Based Test) ini dimaksudkan agar anak-anak semakin maju dalam dunia teknologi dan tidak mementingkan nilai kelulusan. Dari segi biaya dipastikan oleh JokoWidodo sendiri bahwa biaya dapat ditekan karena penggunaan kertas yang berkurang tanpa harus adanya pengiriman soal-soal.
Kita tahu bagaimana ribetnya UN pada tahun-tahun sebelumnya atau sistem yang lama yang menggunakan kertas. Soal yang harus dibuat sebanyak mungkin variasi soalnya, sangat rahasia dalam pengirimannya, penjagaan polisi pun melengkapai pengamanan soal-soal UN dengan sistem lama. Di tahun ini Presiden Jokowi menekankan bahwa kejujuran dalam UN sangatlah penting daripada nilai ujian karena nilai ujian sekarang bukanlah faktor penentu kelulusan. Namun kalau bukan penentu kelulusan apakah tingkat kejujuran juga bisa dinilai?
Masalah teknis mengenai penggunaan komputer di setiap sekolah untuk melakukan UN berbasis CBT juga menimbulkan kekhawatiran khusus bagi sekolah, guru, dan siswa. Kekhawatiran yang ditakutkan adalah, bagaimana jika komputer yang digunakan tiba-tiba mati? Siswa-siswi dipastikan akan langsung panik dan dapat membuat mental para siswa secara tidak langsunng akan down yang kemudian akan mempengaruhi konsentrasi dalam mengerjakan soal. Di beberapa sekolah di Solo, ketika mengikuti simulasi uji coba CBT sebelum UN sempat mengalami hal seperti ini ketika mengerjakan soal. Para siswa langsung panik dan bingung ketika di tengah-tengah mengerjakan soal, komputer yang digunakan sempat mati. Apabila hal ini terjadi di saat UN akan menghabiskan waktu yang lebih lama karena harus menyalakan komputer kembali, belum lagi jika terjadi masalah komputer yang lain.
Kelemahan dari sistem UN ini adalah dari segi teknologi dan pengawasan. Setiap sekolah di Indonesia belumlah tentu mempunyai fasilitas komputer yang memadai untuk siswanya, sehingga proses ini dianggap masih belum bisa 100 persen dilakukan di sekolah-sekolah yang kurang fasilitas. Pelaksanaan UN CBT kemarin saja dapat dilihat bahwa ada perbedaan lama hari ujian antara yang menggunakan komputer dengan yang tertulis. Ada beberapa sekolah yang menggunakan komputer mendapatkan soal dari sekolah-sekolah yang ujian tertulis, sehingga siswa yang UN CBT hanya tinggal menghafalkan soal dan jawaban dari yang ujian tertulis. Ternyata UN CBT yang diharapkan kebocoran soal dapat diminimalisir masih saja dapat terjadi. Kalau seperti ini kejujuran UN pun belum bisa dibuktikan dengan sistem UN CBT.
Pengawasan dalam UN ini juga dirasa masih sangat kurang, karena ketika pelaksanaan UN CBT ini pengawas ujian adalah guru dari masing-masing sekolah sendiri bukan dari sekolah lain. Hal ini bisa menjadi pemicu adanya ketidak jujuran yang lebih besar karena ditemui sebuah SMA yang dimana guru yang sebagi pengawasnya itu ikut mengerjakan soal-soal UN di salah satu komputer kemudian siswanya meniru jawaban dari guru itu dan pihak kepala sekolah pun belum tentu tahu dengan kejadian ini atau bahkan justru mendukung? Bagaimana bisa generasi muda Indonesia berkualitas jikalau untuk hal ujian saja tidak bisa jujur terlebih lagi bahkan gurunya pun yang mendukung.
Penyelenggaraan UN online ini perlu dipikirkan bagaimana kelemahannya walaupun kelebihannya dapat menekan biaya pencetakan atau kelebihn yang lain, karena yang terpenting sekarang adalah kualitas generasi muda untuk melatih kejujuran bukan hanya sekedar meningkatan kualitas teknologi dalam pelaksanaan ujian. Pemerintah perlu mengadakan evaluasi yang detail terhadap pelaksanaan UN CBT ini, kalaupun banyak siswa yang merasa diuntungkan atau senang mengerjakan UN CBT juga harus dibandingkan dengan siswa yang tidak setuju dengan pelaksanaan UN CBT, apakah mereka tidak setuju karena merasa kurangnya teknologi dan merasa ribet atau merasa tidak adil karena yang UN online bisa mendapat bocoran soal UN tertulis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H