Mohon tunggu...
Inovasi

Jurnalisme Online Memunculkan Citizen Journalism

15 April 2016   11:55 Diperbarui: 15 April 2016   11:59 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Sekarang ini kebutuhan masyarakat akan infomasi seperti sudah menjadi suatu kebutuhan akan makan dan minum. Informasi yang tersebar di masyarakat membuat semua orang menjadi lebih cepat tahu dan banyak tahu tentang perkembangan apa saja di sekitarnya, terjadi apa saja, bahkan hal-hal yang jauh dari lingkungannya pun bisa mereka ketahui. Ciri masyarakat informasi adalah sifat pengetahuan mereka yang tidka lagi terpusat tapi tersebat, karena sifat informasi yang sekarang ini menjadi sebuah komoditi (Purnomo, 2011). Kemudahan masyarakat mendapatkan informasi yang tidak lagi terpusat melainkan tersebar merupakan salah satu akibat munculnya internet.

Ini memang terjadi bukan karena adanya kemajuan internet? Karena hadirnya internet memunculkan media online yang menyebablan masyarakat tidak akan kekurangan dan kesulitan mencari informasi, malah masyarakat akan merasa berlebih informasi. Kelebihan media online salah satunya adalah adanya interaktivitas yang memungkinkan bagi audiensnya juga berperan sebagai penyedia informasi pada media online. Mereka mampu menyumbangkan informasi yang mereka dapat disekitar mereka apapapun itu. 

Dengan adanya ini mampu mempengaruhi juga pada dunia jurnalistik. Dalam dunia jurnalistik yang dahulu, setiap informasi ataupun berita haruslah melalui proses yang panjang dari pencarian berita hingg rapat redaksi adalah proses panjang pemilihan mana berita yang bisa naik cetak atau siar bagi masyarakat. Tapi sekarang kegiatan itu bisa dilakukan oleh siapa saja tidak hanya jurnalis dan bahkan tidak perlu perjalanan panjang untuk dapat memberitakan sebuah informasi. Semuanya sudah serba mudah dan cepat.

Keuntungan Jurnalisme Online dalam buku Online Journalism: Principles and Practices of News for The Web (Holcomb Hathaway Publishers, 2005) :

1. Audience Control. Jurnalisme online memungkinkan audience untuk bisa lebih leluasa dalam memilih berita yang ingin didapatkannya.

2. Nonlienarity. Jurnalisme online memungkinkan setiap berita yang disampaikan dapat berdiri sendiri sehingga audience tidak harus membaca secara berurutan untuk memahami.

3. Storage and retrieval. Online jurnalisme memungkinkan berita tersimpan dan diakses kembali dengan mudah oleh audience.

4. Unlimited Space. Jurnalisme online memungkinkan jumlah berita yang disampaikan / ditayangkan kepada audience dapat menjadi jauh lebih lengkap ketimbang media lainnya.

5. Immediacy. Jurnalisme online memungkinkan informasi dapat disampaikan secara cepat dan langsung kepada audience.

6. Multimedia Capability. Jurnalisme online memungkinkan bagi tim redaksi untuk menyertakan teks, suara, gambar, video dan komponen lainnya di dalam berita yang akan diterima oleh audience.

7. Interactivity. Jurnalisme online memungkinkan adanya peningkatan partisipasi audience dalam setiap berita

Jurnalisme warga sebagai jurnalisme baru

Citizen journalism atau jurnalisme warga adalah merupakan partisipasi warga dalam memberitakan suatu hal (Nurudin, 2009). Selain itu jurnalisme warga adalah warga yang atif untuk mengumpulkan informasi, menulis, dan kemudian menyebarkan secara luas melalui blog pribadinya, portal jurnalisme warga, media komunitas maupu media yang memberikan wadah bagi jurnalisme warga. (Ningtyas, 2014). Kini setiap orang mampu menjadikan dirinya seperti seorang “wartawan” dengan hanya bermodal internet, blog atau sosial media miliknya, mereka bisa menulis dan memberi berita apa saja, bahkan melakukan peliputan.

Kini, jurnalisme warga tidak hanya sekedar media cetak, namun media penyiaran, radio pun juga dengan terbuka memberikan ruang bagi jurnalisme warga untuk bisa menyumbangkan berita dan informasi mereka. contohnya Net Tv, melalui program Net 10 nya dia memberikan kesempatan bagi jurnalisme warga untuk turut mengambil bagian dalam berita. Metro Tv dengan programnya Wide Shot pun juga memberikan kesempatan yang sama bagi jurnalisme warga.

 Karena sebagai media baru dan sudah menjadi alternatif bagi pembaca, perlu diingat bahwa jurnalisme warga sekali lagi belum tentu mereka yang paham dengan dunia jurnalistik.  Mereka belum tentu tentang: nilai berita, unsur berita, bahas berita, struktur naskah berita, kode etik jurnalistik nya. Karena ada kebebasan inilah, jurnalisme warga saat ini tidaklah terlalu dianggap hal yang penting dalam penulisannya, yang penting kita melihat, merasakan, dan tahu apa yang terjadi di masyarakat kemudian kita menulis atau meliput dan menyebarluaskan tanpa adanya pemikiran mengenai pakem-pakem dalam penulisan jurnalistik. 

Jurnalisme warga bukanlah jurnalis profesional yang dianggap tidak tahu menahu soal nilai dasar jurnalistik. Mereka melakukan kegiatan  jurnalisstik, tapi apakah mereka paham dan memenuhi ketentuan jurnalistik?? Apakah mereka menggunakan bahasa jurnalistik yang benar? Apakah mereka memverifikasi data mereka? Apakah data-data mereka akurat? Tulisan mereka independenkah? Dan yang terpenting, Apakah mereka menulis, meliput, menyebarluaskannya menurut kode etik jurnalistik? Itu adalah pertanyaan yang perlu dipikirkan bahkan dipertanyanyakan bagi mereka para jurnalisme warga.

Apabila ini adalah medi bukan online (jurnalisme warga) semuanya itu pasti akan dilakukan dengan proses panjang. Tapi ini adalah jurnalisme warga dan mereka sekarang kebanyakan berada dalam media online yang serba bebas. Lalu bagaimana kabar berita-berita mereka untuk masyarakat? Menurut Widodo (2010), sebuah medi kontemporer lemahnya adalah pada bagin titik minimnya kekuasaan gatekeeper. Kurangnya pengontrolan pada tulisan menjadikan berita kadang simpang siur. 

Kekuasaan kontrol informasi pada jurnalisme warga adalah berada pada tangan penulisnya. Apabila penulis tidak mengenal dasar-dasar jurnalisme dan aturan lain jurnalistik, maka segala tulisan mamupun liputannya bukanlah sebuah hasil yang sesuai dengan aturan jurnalisme. Lalu jika seperti ini, apakah jurnalisme warga masih bisa dikatakan sebagai “karya jurnalistik”?

Hal ini menjadikan sebuah perdebatan bagi para jurnalis, memang benar kalau para media terlebih para jurnalis mendapatkan bantuan dari informasi-informasi yang dibuat oleh jurnalisme warga, namun hal-hal di atas tadi perlu untuk dipikirkan atau dipertimbangkan sebelum hasil-hasil itu di bagikan ke khalayak. Agar karya dari jurnalis warga ini setara dengan jurnalis-jurnalis profesional media, perlu disarankan untuk adanya solusi dalam memberikan bekal kepada mereka jurnalisme warga sebelum mereka turun ke lapangan membuat sebuah berita.

Para media, atau jurnalis-jurnalis yang sudah mahir dalam proses pembuatan media, sepertinya perlu untuk memberikan peltihan, seminar, atau kunjungan-kunjungan jurnalistik ke kampus-kampus atau sekolah-sekolah yang di mana mereka tidak ada bekal atau backgrund dalam dunia komunikasi khususnya dunia jurnalistik. Menurut saya, akan terlihat sangat berguna apabila para jurnalis dan media memberikan pelatihan. Jika di Indonesia banyak orang yang menjadi jurnalisme warga, setidaknya mereka tahu apa yang harus menjadi dasar dari tulisan berita mereka. etika-etika apa saja yang harus ditaati oleh para jurnalisme warga. Misalnya para jurnalis bisa menyampaikan materi-materi dasar dari pembuatan berita, memberikan pengalaman mereka ketika liputan.

Sebenarnya dengan kemunculan jurnalisme warga, jurnalis juga lebih terbantu, karena apabila ada isu atau berita yang jurnlis profesional tidak tahu kabarnya, melalui berita-berita yang dibuat jurnalisme warga dapat dijadikan sebagai referensi atau sumber tambahan dalam berita mereka. Contohnya pada kejadian Bom Thamrin awal tahun 20116 lalu, jurnais dibantu dengan video yang diunggah salah satu saksi mata yang mengabarkan bahwa posisi penembak dan polisi sedang dalam keadaan genting, melalui video itulah para jurnalis juga semakin mencari informasi mendalam untuk melengkapi berita mengenai kasus itu. 

Apa yang dilakukan jurnalisme warga memang membantu para jurnalis, apalagi dengan muncul kekuatan online semuanya bisa mudah ditelusuri beritanya. Tinggal pembaca memilih yang mana dan pembaca juga harus pandai menyaring, memilih berita yang mana berita bisa benar-benar dianggap percaya mana yang perlu adanya data lain untuk menguatkan berita tersebut.

Setelah hadirnya jurnalisme warga, kegiatan jurnalistik menjadi kegiatan mereka juga yang bukan pada bidang jurnalis juga, karena sekarang bisa dilakukan oleh siapa saja. Dengan kemjuan jaman dan teknologi semua menjadi mudah dan cepat tapi juga perlu disadari bahwa untuk sesuatu yang cepat butuh sesuatu yang juga harus diperhitungkan kebenaran, keakuratannya, dan dampak yang ditimbulkan apabila terjadi kesalahan dalam penulisan akibat kita tidak tahu apa apa yang kita tulis serta pakem yang harus kita lakukan jika kita menjadi seorang jurnalisme warga.

 

Sumber:

Bull, Andy. (2010). Multimedia Journalism.

Jones Janet. (2012). Digital Journalism. London: SAGE Publications

Purnomo, BS. (2011). Sejarah Perkembangan Citizen Journalism dan Pewadahan Citizen Journalist

Ningtyas, I. (2014). Menegakkan Demokratisasi Media  Melalui Jurnalisme Warga

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun