Mohon tunggu...
Elisabet hana Kartika lana
Elisabet hana Kartika lana Mohon Tunggu... Penulis - Penulis dan Editor

Sarjana Sastra // Menulis Artikel Freelance

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Jangan Takut Untuk Miskin

16 Januari 2022   09:10 Diperbarui: 16 Januari 2022   10:24 741
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Foto saat berkunjung ke salah satu Panti Asuhan Yatim & Duafa di Jakarta 14/12/2021| Dokumentasi pribadi

Oleh. Elisabet Hana Kartika Lana

"Hari ini tak apa jika tak punya, Tuhan kan memberikan Rezeki bukan untuk satu orang saja". Begitulah kalimat yang selalu saya tanamkan di diri saya setelah saya mengenal arti berbagi. Mungkin kalian pernah melihat orang-orang hebat yang tidak takut miskin untuk bersedekah. Namun saat itu saya tidak. Saya di butakan oleh gaya hidup dan takut akan kemiskinan.


Hakikatnya semua manusia ingin memberikan sisi terbaik dalam hidupnya, begitu pula saya. Namun keegoisan hati membuat saya lebih mengutamakan diri saya sendiri. Membuat saya merasa sombong jika mendapatkan sesuatu.Takut untuk tambah susah, selalu saja itu yang dirasakan. Hampir jarang sekali memberikan bantuan apapun bentuknya untuk orang lain. Walau bukan dari keluarga yang berkecukupan tapi saya selalu mengikuti gaya hidup orang kaya. Jadi lebih baik berfoya-foya dibandingkan ngasih orang. Ya gaya hidup yang membuat saya lupa untuk berbagi. membuat saya jatuh dititik terendah.

Saat itu, Saya berfikir karna saya takut miskin. Saya saja masih susah, kenapa saya harus berbagi ke orang lain. Uang penghasilan saya bekerja selalu saya habiskan untuk hal-hal tidak bermanfaat seperti Jalan-jalan, Belanja, membeli apapun yang disuka. hingga saya sadarkan oleh suatu kejadian. Tuhan menegur saya, dengan cara yang tidak disangka. Disaat saya tidak punya uang. Saya sudah putus asa, dan merasa semua orang menjauh. Keadaan memaksa saya untuk pergi, pergi menyendiri.

Namun saya bertemu amo. Dia anak berusia 6 tahun yang hidup di pinggir jalan dengan nenek nya yang sudah tua. Amo mendekati saya dan tersenyum seperti ingin berbicara, pikir saya Amo adalah anak gelandangan. Saya sedih depannya dengan menggelengkan kepala sambil meminta maaf berharap dia pergi, kar'na saat itu tidak punya uang untuk berbagi dengannya. Saat tidak kuat menahan beban saya, saya pun menangis. Memikirkan masalah-masalah saya. Apa yang saya takutkan terjadi.

Amo yang masih didekat saya berkata, "aku gak minta ka". setelah itu ia pergi, saya pun menghapus air mata berniat ingin pulang namun ada yang memanggil. Itu adalah Nenek tua yang belakangan saya tahu itu adalah nenek dari Amo, Nenek itu merangkul saya, mendengarkan saya bercerita. tidak disangka nenek itu peduli dengan saya. Memberikan segenggaman uang puluhan ribu kepada saya. Saya pun kaget, saya tidak mengenalnya namun dia sangat peduli dengan kondisi saya. Saya sangat berterima kasih kepadanya walau saya tahu Beliau juga susah.


Beliau mengingatkan saya arti berbagi. Beliau bilang untuk sabar, ikhlas dan tetap berbagi walau sedang tak punya. Beliau tidak takut susah, Dari Beliau saya belajar arti berbagi. Saya coba bangkit, walau sulit saya jalani itu semua. Saya berusaha sabar dan iklas menghadapi masalah-masalah yang terjadi. Sesekali saya sering menegok Amo dan Nenek Amo untuk berterima kasih tak lupa sedikit memberikan makanan. Lama-Lama itu menjadi kebiasaan di diri saya, setiap punya uang lebih saya tidak takut untuk memberikan kepada orang yang membutuhkan. Di pikiran saya sekarang, saya tidak akan miskin bila memberikan sedikit uang saya.


Saya diberi kesempatan untuk membayar kesalahan saya dengan rajin bersedekah. Saya selalu berterima kasih kepadaNya atas teguran dan cobaan dari Nya. Saya berubah menjadi pribadi lebih baik. saya belajar untuk tidak takut miskin, sekalipun uang saya sedikit. saya selalu sisipkan untuk membantu anak-anak yang membutuhkannya. Namun saya sadar manusia tidak ada yang sempurna, Apalagi sesama manusia. Walau dimata orang saya bukan orang baik tapi saya tidak peduli. Yang terpenting saya terus berbagi dan bersedekah kepada siapapun itu. Saya ikhlas menjalankan itu. Semua bukan soal miskin atau kaya, namun seberapa bermanfaat uang itu dengan berbagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun