BPJS Kesehatan merupakan program pemerintah Indonesia yang bertujuan memberikan akses layanan kesehatan kepada seluruh rakyat. Namun, sejak beroperasi pada tahun 2014, BPJS sering menghadapi masalah defisit keuangan. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah telah beberapa kali menaikkan iuran, termasuk wacana terbaru pada tahun 2024. Kenaikan ini menuai kontroversi, terutama di kalangan masyarakat menengah ke bawah yang merasa terbebani oleh iuran tambahan.
Defisit BPJS memiliki dampak signifikan, termasuk risiko gagal bayar kepada rumah sakit dan penyedia layanan kesehatan. Penyebab utama defisit keuangan BPJS Kesehatan terletak pada ketidakseimbangan antara jumlah klaim yang dibayarkan dan pendapatan yang diterima dari iuran peserta. Hal ini semakin diperburuk oleh tingginya angka peserta mandiri yang menunggak pembayaran, sehingga pendapatan BPJS tidak optimal. Di sisi lain, biaya pelayanan kesehatan terus meningkat, baik karena kenaikan harga obat, alat medis, maupun peningkatan prevalensi penyakit kronis yang membutuhkan perawatan jangka panjang dan mahal. Selain itu, manajemen keuangan yang kurang efisien juga menjadi faktor penting. Ada indikasi pemborosan dalam pengelolaan dana, yang seharusnya dapat diminimalkan melalui sistem manajemen berbasis teknologi dan pengawasan yang ketat. Masalah lain yang turut berkontribusi adalah ketidaktepatan alokasi subsidi untuk peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI). Banyak subsidi yang diberikan tidak tepat sasaran, sehingga membebani anggaran tanpa memberikan manfaat kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan. Dengan kompleksitas masalah ini, defisit BPJS bukan hanya soal pendanaan yang kurang, tetapi juga mencerminkan persoalan struktural dalam sistem kesehatan nasional, termasuk lemahnya penegakan hukum terhadap penunggak iuran dan pengelolaan data peserta yang belum optimal.
Pada tahun 2023 Berdasarkan laporan Kementerian Keuangan, defisit BPJS mencapai Rp15 triliun. Hingga pertengahan 2024, sekitar 35% peserta mandiri BPJS menunggak iuran.
Kenaikan iuran BPJS menjadi dilema. Di satu sisi, kenaikan diperlukan untuk menutup defisit. Namun, di sisi lain, peningkatan beban masyarakat justru dapat memperburuk tingkat tunggakan. Kebijakan ini juga memunculkan pertanyaan tentang keadilan sosial, terutama bagi kelompok rentan yang sulit membayar iuran tambahan.
- Kenaikan iuran BPJS bukanlah solusi yang berdiri sendiri. Data menunjukkan bahwa pada kenaikan sebelumnya, defisit tetap terjadi karena akar masalah, seperti efisiensi manajemen, tidak ditangani. Berdasarkan laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), BPJS perlu meningkatkan efisiensi operasional hingga 15% untuk mengurangi pemborosan dana.
- Pendekatan sistemik lebih diperlukan. Misalnya, reformasi pada subsidi PBI dapat menghemat anggaran hingga Rp2 triliun per tahun, menurut studi oleh LIPI. Selain itu, penguatan penegakan hukum terhadap penunggak iuran dapat meningkatkan pendapatan secara signifikan.
Solusi untuk mengatasi defisit BPJS Kesehatan harus dilakukan secara komprehensif, mencakup perbaikan manajemen keuangan, peningkatan kepatuhan pembayaran peserta, optimalisasi subsidi, dan diversifikasi sumber pendapatan. Dalam hal manajemen keuangan, BPJS perlu menerapkan sistem berbasis teknologi yang memungkinkan audit ketat dan efisiensi operasional untuk meminimalkan pemborosan. Selain itu, penegakan regulasi terhadap peserta yang menunggak iuran harus diperkuat melalui mekanisme sanksi yang efektif, guna memastikan pemasukan tetap stabil. Upaya ini harus diiringi dengan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya membayar iuran secara rutin dan peningkatan transparansi dalam pengelolaan dana, agar kepercayaan publik terhadap BPJS dapat kembali pulih. Dengan langkah-langkah strategis ini, BPJS dapat lebih berkelanjutan dan mampu memberikan pelayanan kesehatan yang optimal untuk seluruh masyarakat.
Kenaikan iuran BPJS merupakan langkah yang diperlukan, tetapi bukan solusi tunggal. Penyelesaian menyeluruh membutuhkan kombinasi antara reformasi kebijakan, perbaikan manajemen, dan peningkatan kepatuhan masyarakat. Dengan langkah yang tepat, BPJS dapat kembali pada jalurnya sebagai jaminan kesehatan yang inklusif dan berkelanjutan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI