Mohon tunggu...
Elis Nvs
Elis Nvs Mohon Tunggu... lainnya -

Penulis Lepas

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Elegansi Sastra

6 Mei 2013   08:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:02 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbicara mengenai sastra, tentunya ingatan kita mengarah pada istilah semacam cerita pendek, novel, puisi, dan sejenisnya. Pasalnya sastra lahir bukanlah dari sebuah kekopongan realitas dan fenomena yang terjadi di masyarakat. Kehadirannya ini justru menjadi salah satu media perekam yang mampu mendokumentasikan realitas sosial melalui kolaborasi aksara dan bahasa. Selain itu sastra pun mampu merefleksikan gejala sosial yang sedang terjadi di tengah kehidupan masyarakat. Hal ini selaras dengan pernyataan Mursal Esten (1978) yang menyatakan bahwa sastra atau kesusastraan adalah pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia dan masyarakat, melalui bahasa sebagai medium dan memiliki efek yang positif terhadap kehidupan manusia (kemanusiaan).

Berbagai tuduhan yang kerap kali ditudingkan oleh sebagian masyarakat kita kepada sosok sastra menjadi satu catatan penting. Ada sebagian yang menganggap bahwa sastra hanyalah produk lamunan kosong yang hanya bersifat fiktif dan imajinatif. Sebagiannya lagi muncul anggapan bahwa sastra hadir hanya sebatas bacaan hiburan semata yang sarat dengan khayalan para pengarangnya. Miris, ketika sastra masih dipandang sebelah mata oleh sebagian orang. Menjadi sesuatu yang wajar memang, ketika sastra masih menjadi satu hal yang asing bagi mereka. Hal tersebut sebenarnya menjadi indikasi bahwa mereka belum mengenal dunia sastra secara lebih dekat. Oleh sebab itu, eksistensi sastra akan tampak samar ketika seseorang belum mengenalnya lebih dekat dan cermat, serta mengubah cara pandang bahwa sastra pun mampu menjelma menjadi sosok yang dekat layaknya seorang sahabat.

Kebermaknaan Sastra

Ketika kita menyoal tentang sastra, maka bahasan kita pun tidak akan lepas dari racikan bahasa yang menjadi bahan primer di dalamnya. Dengan mengotak-atik bahasa, pengarang mampu merekam peliknya satu sisi sebuah kejadian. Bahasa sastra pada dasarnya memiliki karakter yang berbeda, mulai dari gaya bahasa bernuansa melankolis, frontal, sampai pada gaya bahasa satire. Jika kita telaah lebih jauh mengenai jejak sastra di Indonesia, tentunya banyak sekali catatan sejarah yang akan kita dapatkan darinya. Sebut saja salah satu penyair ulung kita, Taufik Ismail dengan salah satu karyanya yang berjudul “Ketika Indonesia Dihormati Dunia”. Dalam sajaknya itu, beliau memberitahukan kepada kita (pembaca) tentang indahnya pemilu tahun 1955, tepatnya setelah sepuluh tahun Indonesia merdeka. Sebuah catatan sejarah yang terekam dalam media tulisan yang bernama: sastra.

Sederhananya puisi tersebut menceritakan pemilu pertama Indonesia tahun 1955 yang menurutnya (baca: Taufik Ismail) merupakan pemilihan umum yang paling indah dalam sejarah bangsa. Saat itu bangsa kita memang belum mengenal istilah jurdil, namun melalui puisinya ini penyair mengungkapkan: Waktu itu tak dikenal singkatan jurdil, istilah jujur dan adil. Jujur dan adil tak diucapkan, jujur dan adil cuma dilaksanakan. Melalui puisi itu pulalah Taufik Ismail mengomparasikan wajah pemilu 1955 dengan wajah pemilu kekinian, yang tanpa kita jelaskan panjang lebar sudah terang, ada peristiwa apa saja di dalamnya.

Paparan di atas merupakan contoh kecil tentang bagaimana sosok sastra memiliki kekuatan yang tegas untuk merekam sejarah masa silam. Dan pada akhirnya dokumentasi sastra semacam ini menjadi aset berharga bagi generasi muda sekarang dan mendatang sebagai salah satu media untuk mempelajari sejarah bangsa.

Hal senada lainnya yang pernah menjadi topik pembicaraan hangat di tengah-tengah masyarakat kita, yaitu hadirnya novel fenomenal karangan Andrea Hirata, yakni “Laskar Pelangi”. Tak sedikit dari masyarakat kita yang tergugah dan termotivasi, juga mendapatkan angin segar atas pencerahan mengenai pentingnya semangat mewujudkan impian melalui dunia pendidikan. Nilai-nilai moral yang ditanamkan dalam cerita tersebut secara jelas mengajarkan kepada kita bahwa keterbatasan bukanlah alasan untuk tidak berkarya dan berprestasi. Di sela-sela kisruhnya dunia pendidikan kita sekarang ini, semisal belum terpenuhinya hak pendidikan bagi anak bangsa secara merata, novel ini hadir tak ubahnya memberi semangat baru untuk masyarakat kita. Sajian pesan moral yang diselipkan oleh pengarang dalam karya sastranya inilah yang sebenarnya menjadi sari pati atas esensi sastra sebagai salah satu media yang dapat membangun peradaban bangsa. Peradaban tidak hanya mempersoalkan masalah kemajuan bangsa saja, namun kemajuan tentang kecerdasan lahir batin, perihal sopan santun, budi bahasa, serta kebudayaan suatu bangsa pun menjadi benang merah di dalamnya.

Untuk itu, sastra hadir bukan tidak membawa misi. Kehadirannya justru mampu memberikan kita (pembaca) banyak pelajaran untuk direnungkan dan diamalkan bersama. Sastra tak ubahnya sebuah ruang yang memuat berbagai macam topik kehidupan, mulai dari kehidupan sosial, moral, agama, politik, sejarah, sampai pada topik percintaan pun tidak lekang dari bahasan di dalam dunia sastra. Bersama sastra seorang pengarang berusaha mengabadikan catatan jejak fenomena sosial atau pun segmen kehidupan lainnya melalui keanggunan bahasa yang ditawarkan. Pengemasan bahasa yang apik tidak jarang membuat pembaca tersadar akan esensi makna yang dituangkan di dalam karya sastra tersebut, baik yang tersirat maupun tersurat. Jika sastra mampu mengubah satu orang saja ke arah yang lebih baik, maka akan menjadi hal yang sangat mungkin bahwa sastra pun mampu menjadi salah satu media untuk membangun peradaban bangsa kita, Indonesia, ke arah yang lebih baik pula. Semoga.

(Elis Nvs/Penulis Lepas/Dimuat di Harian Inilah Koran edisi 23 April 2013)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun