ENGKAU ADALAH MUTIARA YANG INDAH DALAM HIDUPKU
AKU KENANG KAU DALAM HIDUP DAN DOA
Kisah indah dan kenangan indah suami isteri yang terungkap baru-baru ini di Mudik Gunungsitoli Nias 10 Mei 2013 terjadi antara Ama dan Ina Ferdin. Hal itu terungkap pada acara pelepasan jenazah saat kata-kata terakhir yang disampaikan Ina Ferdin ketika menyampaikan pesan terakhir pemberangkatan suaminya. “Kasih… engkau adalah mutiara yang indah dalam hidupku…” kata Ina Ferdin dengan tangisan dan deraian air mata. Dikatakan Ina Ferdin, orang yang paling dicintainya itu yaitu Ama Ferdin dan belum pernah ada kata-kata menyakitkan dirinya apalagi sikap perbuatan yang mengecewakannya setelah membangun bahtera hidup berkeluarga selama 16 tahun lamanya. Acara itu dihadiri 3 orang Imam yakni Pastor Frans Sinaga Pr (Pastor Paroki), Pastor Martin Halawa Pr (Pembantu Pastor Paroki), dan Pastor Dominukus Sibagariang OFM Cap (Pemimpin Acara Penguburan) serta sekitar 400 orang umat katolik Gunungsitoli, Nias.
“Ama Ferdin, selamat jalan. Engkaulah kekasihku dan belaian jiwaku. Aku berjanji akan selalu setia mengenangmu dalam mewujudkan pesan damai dan cinta kasih untuk anak kita Ferdin dan semua saudara sebagaimana engkau pesankan, aku kenang kamu dalam hidup dan doa.” tambah Ina Ferdin sang kekasih yang mengikhlaskan kepergian suaminya tercinta. Semua yang hadir ikut tercengang, menangis dan mencucurkan air mata. Itulah yang terjadi sebagai kenangan terakhir di antara dua insan suami isteri bersama keluarga besar. Kesetiaan itu dibalas Ina Ferdin dengan mengupayakan merawat dan melayani suami tercintanya itu agar bisa sehat sejak suaminya jatuh stroke 4 Juni 2002.
Nama lengkap suami Ina Ferdin ini adalah Thomas Tona’aro Ndruru lahir di Togizita Nias Tengah 30 Agustus 1954. Anak pertama dari 7 bersaudara, yaitu 4 saudara laki-laki dan 3 saudari perempuan. Dari riwayat pendidikan, Thomas Tona’aro Ndruru menamatkan sekolah dasar di SD Negeri Togizita Nias Tengah 1961, sekolah lanjutan pertama di SMP BNKP Tohia Gunungsitoli lulusan 1964. Menamatkan SMA di Retorika Pematangsiantar 1967. Meneruskan studi Filsafat dan lulus tingkat sarjana muda Filsafat dan Teologi 1979, dan melanjutkan sampai selesai dan meraih tingkat sarjana Filsafat dan Teologi lulusan 1984. Setelah lulus Tingkat Sarjana, pernah mengikuti Kursus Spritualitas Fransiskan 1997 di Kalimantan. Dan selanjutnya berkarya melayani umat di beberapa tempat antara lain di Idanogawo kurang lebih 2 tahun. Di Lahewa kurang lebih 3 tahun, dan sekitar 6 tahun berkarya di Teluk Dalam, Nias Selatan.
Akhir tahun 1997 Thomas Tona’aro Ndruru itu berangkat dan tinggal di Medan. Di Medan inilah membentuk keluarga baru dan resmi kawin kepada Yuniati Laia pada 4 Desember 1997. Dan dari hasil perkawinan itu, mereka mempunyai anak satu-satunya, yakni bernama Ferdinand Felix Ndruru yang lahir di Medan 4 September 1998. Sejak kelahiran anak itu, sebutan panggilan baru dari Thomas Tona’aro Ndruru, bernama panggilan Ama Ferdin Ndruru.
Ketika isteri Ama Ferdin lulus Pegawai Negeri tahun 2001 dan ditempatkan di Sirombu Nias Barat, Ama Ferdin mengikuti isterinya. Hanya sekitar 10 bulan tinggal di Hilimberuana’a Sirombu, Ama Ferdin Ndruru mulai jatuh sakit. Penyakit stroke terjadi 4 Juni 2002 hingga dirawat di rumah sakit umum Gunungsitoli selama 1 bulan. Seterusnya Ama Ferdin dirawat di rumah sakit Elisabeth Medan kurang lebih 3 bulan. Sekembalinya dari Medan itu, Ama Ferdin menetap dan tinggal di Mudik Gunungsitoli Nias. Ama Ferdin menderita sakit stroke kurang lebih 12 tahun, yaitu dari 2002 sampai 2013. Terakhir sakit parah hari Minggu, 5 Mei 2013 dan langsung dibawa ke rumah sakit umum Gunungsitoli dirawat di ruang ICU atau unit gawat darurat. Selama 4 hari dirawat secara intensif dan menghembuskan nafas terakhir pada Kamis, 9 Mei 2013 pukul 20.00 WIB. Ama Ferdin dipanggil kembali menghadap Sang Penciptanya dan tutup usia kurang lebih 59 tahun.
Motto perjuangan hidupnya Ama Ferdin yang pernah diutarakannya kepada isterinya adalah mewujudkan damai dan cinta kasih. Dalam bahasa Nias dia bertekad “Mamalua si sokhi fao fa’omasi”. Pesan Ama Ferdin kepada semua yang ditinggalkannya adalah keuntungan bagiku kematian, dan kehidupan baru bagiku Kristus (bahasa Nias: “Hare khogu wa’amate ba fa’auri khogu Keriso”.
Pastor Paroki Frans Sinaga yang menyampaikan kata sambutan terakhir sebelum menutup peti jenazah Ama Ferdin menyebut Ama Ferdin adalah Abang. Kesetiaan dan kerinduan Ama Ferdin untuk selalu menggabungkan diri dalam perayaan di gereja menurut Pastor Frans patut diteladani. Ama Ferdin kalau tidak bisa ke gereja, dia selalu berpesan agar Pastor datang memberikan komuni kudus kepadanya. Dan dari cara-caranya menerima doa-doa dari gereja, merindukan kehadiran Pastor dan bahagia menyambut komuni, tampak bahwa Ama Ferdin sungguh menikamtinya dalam kasih Allah tiada batas.
Kini, Ama Ferdin itu telah berpisah dipanggil Sang Pencipta, tetapi kebaikan-kebaikan yang pernah dibuatnya tidaklah luntur karena sakit hingga kematian. “Semoga segala kebaikan dan pengabdian Ama Ferdin, menjadi perjuangan bagi kita umat beriman!”
Liputan : Elinus Waruwu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H