Mohon tunggu...
Elina A. Kharisma
Elina A. Kharisma Mohon Tunggu... Guru - Berbagi hal baik dengan menulis

Seorang kutu buku dan penikmat musik.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Revolusi Mental untuk Calon Guru

22 Februari 2018   09:02 Diperbarui: 23 Februari 2018   23:42 2021
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. (M.LATIEF/KOMPAS.COM)

Publik kembali dikagetkan oleh kabar tindakan pelecehan seksual terhadap murid-murid yang dilakukan oleh seorang guru di Jombang, Jawa Timur . Sungguh sangat disayangkan karena para siswa yang seharusnya dia didik malah menjadi korban keegoisan guru yang sangat tidak manusiawi. Peristiwa ini bukan pertama kalinya terjadi di dunia pendidikan Indonesia. Oleh karena itu, perlu adanya revolusi mental bagi para guru bahkan sejak dari proses pendidikannya sehingga kelak para calon guru menjadi guru yang kompeten dan baik akhlaknya. Lalu, apa yang perlu ditanamkan sejak dini kepada calon guru?

Para calon guru harus memahami bahwa guru bukan profesi pilihan terakhir karena masih banyak orang berpikir bahwa tidak menguasai satu hal, ya, sudah, jadi guru saja. Pemikiran yang seperti akan membuat mereka tidak menghargai profesi guru. Sebaliknya, mereka harus bangga dengan profesi itu agar nantinya dapat menjalankan tugasnya dengan penuh rasa bangga sehingga termotivasi untuk bekerja sebaik mungkin. Bahkan ada orang yang menyebut bahwa guru bukanlah sekedar profesi tetapi panggilan hidup karena berinteraksi dengan banyak anak dengan berbagai karakter dan latar belakang tentu bukanlah hal yang mudah.

Tuntutan pekerjaan banyak serta dinamika interaksi dengan siswa ada kalanya membuat para guru harus mengelus dada. Jika mereka bahwa guru adalah panggilan hidup, maka dengan mudah mereka akan menjadi tidak professional atau bahkan bertindak semena-mena kepada para muridnya. Sebaliknya, mereka akan melakukan tugas mereka dengan sebaik-baiknya, apapun yang terjadi karena itu adalah panggilan hidup bagi mereka oleh Yang Maha Kuasa.

Pada saat proses pendidikan, para calon guru harus dibangun kesadarannya bahwa guru tidak hanya menghadapi serangkaian mata pelajaran untuk diajarkan tetapi juga para siswanya. Siswa-siswa bukanlah boneka yang dapat diperlakukan sekehendak hati guru. Bahkan pada saat siswa melakukan hal-hal yang membuat hari-hari guru terasa berat, mereka tetap berhak untuk mendapat perlakuan yang pantas. Usia yang yang belia bukan berarti mereka tidak punya hak untuk diperlakukan manusiawi.

Sebaliknya, mereka justru seharusnya mengalami indahnya diperlakukan dengan sepantasnya di sekolah baik oleh para guru, staff, maupun sesama siswa agar mereka dapat memperlakukan sesamanya dengan baik. Para calon guru juga harus menyadari bahwa yang mereka ajar adalah generasi penerus bangsa yang tidak hanya memiliki masa depan mereka masing-masing tetapi juga menentukan nasib bangsa ini. Bagaimana nasib bangsa ini jika anak-anak mudanya mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan di sekolah?

Para murid adalah jiwa-jiwa yang tidak semata-mata haus akan pengetahuan dan tetapi juga didikan moral dan budi pekerti. Mereka perlu difasilitasi, dibimbing dan diarahkan agar mereka mampu membuat pilihan-pilihan yang benar dalam hidup mereka. Tentu guru yang hanya fokus pada materi pelajaran akan abai terhadap hal ini terutama jika menghadapi murid-murid yang bermasalah. Mereka akan cenderung melimpahkannya ke guru bimbingan konseling lalu lepas tangan.

Padahal mendidik moral dan budi pekerti tidak hanya menjadi tanggung jawab konselor, tetapi semua guru. Jika semua guru menyadari bahwa mereka juga harus membangun karakter anak, maka mereka pun akan berupaya untuk turut membangun karakter peserta didik mereka tanpa mempedulikan mata pelajaran yang mereka ajar. Dengan demikian, para calon guru harus punya kepedulian yang tinggi terhadap siswanya.

Selain itu, para calon guru harus memahami bahwa guru bukan sekedar orang yang pintar dan bisa mengajar. Dalam Bahasa Jawa, guru adalah sosok yang "digugu" dan "ditiru". Artinya guru adalah orang yang bisa dipercaya dan diteladani. Guru harus menyadari benar bahwa murid-murid tidak hanya memperhatikan materi pelajaran dan cara mengajarnya, tetapi juga kepribadian guru mereka.

Tidak hanya saat berada di depan kelas. Sikapnya yang terpuji tidak hanya saat memakai seragam guru saja agar tercipta citra guru yang teladan, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi di era teknologi dan komunikasi yang canggih seperti sekarang ini. Ketika media sosial menjadi ajang ekspresi banyak orang termasuk para guru. Para murid dengan mudah mengetahui perilaku guru mereka di dunia maya. Oleh karena itu, guru harus punya integritas yang tinggi agar layak dijadikan teladan oleh jiwa-jiwa muda yang membutuhkan seseorang untuk dijadikan panutan baik di dalam maupun di luar sekolah.

Semoga dengan adanya revolusi mental bagi para calon guru, kita akan menemukan banyak guru yang tidak sekedar membagikan ilmu, tetapi juga membagikan hidup mereka pada para siswa dengan menjadi teladan dan mendidik peserta didik agar mempunyai karakter yang terpuji. Selain itu, mereka tidak hanya bekerja dengan profesional tetapi juga dengan ikhlas hati mendedikasikan diri pada bidang yang mereka tekuni serta memperlakukan siswa dengan sepantasnya karena kesadaran yang tinggi bahwa menjadi guru adalah panggilan hidup yang dianugerahkan oleh Sang Pencipta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun