4. Tidak Ada Kriteria Level Baca dan Pemetaan Bahan Bacaan
Karena keterbatasan novel dan bahan bacaan lainnya yang  berbahasa Indonesia, tenaga pendidik kesulitan membuat pemetaan bacaan untuk setiap tingkat jenjang pendidikan termasuk kriteria bahan bacaan serta kemampuan pembacanya. Seharusnya membaca karya sastra perlu dilakukan berkesinambungan agar terbiasa. Sayangnya belum ada kriteria resmi dari pemerintah baik untuk pemetaan bacaan maupun level baca.Â
Padahal hal ini diperlukan agar anak-anak mendapatkan bahan bacaan sesuai dengan kemampuan dan usia mereka serta ada kesinambungan. Tidak hanya dilakukan di kelas tertentu saja. Jadi, jika ingin memberikan bahan bacaan lain selain bacaan yang tersedia di buku paket, guru harus bekerja ekstra keras baik untuk menilik level baca peserta didik maupun memilih bacaan yang tepat.
Indonesia mempunyai banyak penulis handal bahkan yang berhasil menyabet penghargaan bergengsi di dunia. Banyak juga buku-buku menarik yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Namun, sangat disayangkan  jika nantinya karya-karya hebat ini tidak bisa sepenuhnya dinikmati oleh generasi muda salah satunya karena mereka tidak terbiasa membaca karya sastra.Â
Jadi, haruskah para guru memperkenalkan karya sastra tetapi harus putar otak untuk mengatasi kendalanya? Ataukah membiarkan saja, karena nanti pada saatnya anak akan berhadapan pada karya sastra  sehingga untuk jenjang pendidikan dasar harus mencukupkan diri dengan bacaan dari buku paket saja?Â
Ah, saya jadi teringat kata Clara Ng, seorang penulis yang saya temui beberapa waktu lalu saat saya curhat tentang dilema ini. Dia menanggapi curhatan saya dengan berkata, "Bagaimana mungkin anak muda akan mampu membaca novel Pramoedya kalau dari kecil tidak pernah membaca novel?".