Mohon tunggu...
Elina A. Kharisma
Elina A. Kharisma Mohon Tunggu... Guru - Berbagi hal baik dengan menulis

Seorang kutu buku dan penikmat musik.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tugas Lebih Berat, Sekolah Anak Lebih Berkualitas?

13 September 2017   17:05 Diperbarui: 13 September 2017   17:16 1118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ketika saya mengikuti kelas Strategi Belajar dan Pembelajaran, dosen saya bercerita tentang cucunya yang takut pergi ke sekolah karena guru memberikan tugas menghafal perkalian kelipatan 18. Cucunya menangis lantaran kesulitan hingga enggan pergi ke sekolah. Dosen itu keheranan karena sekolah cucunya terkenal akan kualitasnya yang baik. Lalu, beliau melanjutkan dengan pertanyaan, "Apakah sekolah, kalau sekolah bagus, tugasnya harus susah?"

Di Indonesia, tingkat kesulitan dalam mata pelajaran seringkali diidentikkan dengan bagus-tidaknya kualitas pembelajaran sebuah sekolah. Tidak jarang orangtua berbangga karena menyekolahkan anaknya di sekolah yang memberikan tugas yang sulit namun terlihat lebih keren. Lalu, jika ada orangtua yang memindahkan anak ke sekolah lain yang tugannya lebih mudah, maka orang itu akan berpikir bahwa kualitas sekolah baru lebih rendah dibandingkan sekolah yang sebelumnya. Apakah benar demikian? 

Menurut saya, jawabannya "iya" dan "tidak". Pada dasarnya, pemberian tugas kepada murid adalah sebuah cara untuk mengukur pencapaian siswa terhadap kompetensi yang ingin dikembangkan. Sebetulnya ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk melakukan pengukuran tersebut misanya dengan mengerjakan tes tertulis, tes lisan, berbagai macam presentasi, tugas kelompok, dan lain sebagainya. Ada tugas yang susah namun membuat siswa banyak pengalaman, banyak pengetahuan dan berkembang keterampilan serta karakternya. Akan tetapi, ada juga tugas yang susah tapi dangkal manfaatnya.

Melalui kegiatan di kelas, anak-anak seharusnya tidak hanya mendapat ilmu tetapi juga bisa mengembangkan keterampilan dan karakter mereka. Murid memang harus diberikan tugas yang menantang agar mereka bisa mengembangkan hal tersebut misalnya tugas debat, wawancara, pentas drama, melakukan percobaan di laboratorium, menganalisa, dll.  Namun, hal itu bertujuan dan bermakna, tidak sekedar memberikan pekerjaan untuk anak-anak. Perencanaan juga harus matang agar bisa mempersiapkan anak dengan sebaik-baiknya supaya mereka bisa mengerjakan sesuai dengan harapan dan tujuannya. 

Meskipun tugas itu menantang, tugas itu harus bisa dikerjakan oleh semua anak dan membuat mereka terdorong untuk mengusahakannya semaksimal mungkin bukan malah menghindarinya. Sekolah yang melakukan kegiatan seperti ini, tentu lebih baik daripada sekolah yang melulu memberikan tes untuk mengukur pengetahuan para siswa karena mereka tidak hanya menunjukkan pemahaman mereka tetapi juga menggunakan keterampilan yang lain seperti keterampilan berpikir, riset, berkomunikasi, bersosialisasi, mengatur diri sendiri, dsb. 

Di sisi lain, ada sekolah yang memberikan tugas yang berat, namun kurang manfaatnya. Salah satu contohnya adalah yang diceritakan oleh dosen saya. Mengapa anak-anak perlu menghafal kelipatan 18? Apakah masih kurang jika mereka hafal perkalian sampai 9? Bukanlah lebih penting mengajarkan cara mengalikan bilangan? Tugas seperti bukanlah model tugas yang memberikan kesempatan pada siswa untuk menggali potensi diri mereka. Tugas model ini hanya membuat sekolah lebih susah dan membuat anak tidak suka sekolah. Tentu sekolah yang melulu memberikan tugas yang tidak kaya makna perlu memberikan pemahaman dan pelatihan kepada gurunya agar tugas yang diberikan lebih bermakna.

Jadi, orangtua sebaiknya tidak terlalu cepat menyimpulkan kualitas sekolah hanya dilihat dari tingkat kesulitan tugas yang diberikan. Cobalah lihat proses, tujuan, hasil, serta manfaat yang anak dapatkan dari tugas tersebut. Bagi para guru, jangan mudah bangga ketika memberikan tugas yang berat karena tugas itu tidak menjamin bahwa anak didik akan belajar lebih banyak dan berkembang keterampilan serta kepribadiannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun