Mohon tunggu...
eli kristanti
eli kristanti Mohon Tunggu... Guru - Guru Bahasa Inggris

suka fotografi dan nulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ramadan dan Keragaman Kita

8 April 2023   15:09 Diperbarui: 8 April 2023   15:24 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ramadan kali ini memang berlangsung pada waktu yang special. Karena dalam 30 hari itu, ada dua hari raya keyakinan lain yaitu hari raya Nyepi untuk umat Hindu dan hari Jumat Agung serta Paskah bagi umat Kristiani. Ritual keagamaan bagi tiga agama yang berbeda itu (ditambah Ramadan) tentu membawa catatan tersendiri bagi kita.

Itu juga sebenarnya yang seharusnya bisa memperkuat rasa toleransi kita. Baik Islam kepada Kristen, Islam kepada Hindu dan sebaliknya Kristen dan Hindu kepada Islam. Juga kepada agama lain seperti Kong Hu Cu dan Budha. Juga kepada aliran kepercayaan lokal yang ada di Indonesia.

Sebagai mahluk Tuhan, kita paham apa yang harus kita lakukan untuk keyakinan kita itu. Karenanya kita melakukan ibadah dan ritual yang sudah diwajibkan oleh agama. Ritual dan ibadah itu ibarat rel kereta api ya. Masing-masing punya aturan dan jalannya sendiri.

Sehingga dalam pelaksanaannya tidak layak jika satu keyakinan mengatakan bahwa  relnya salah, sehingga harus dipotong dlsb. Perumpamaan ini kita bisa lihat pada ritual agama tertentu yang dipaksa untuk berhenti atau tidak dimunculkan ke public. Contoh paling nyata adalah ditutupnya patung bunda maria di daerah kulon progo.

Meski banyak aparat dan media mengatakan bahwa itu ditutup oleh pihak pemilik, namun insting umum mengatakan bahwa penutupan itu tidak lepas dari desakan ormas yang selama ini bersifat intoleran. Sehingga pemilik mau tidak mau mengabulkan permintaan mereka

Sikap dan dan tindakan ini bisa dikatagorikan sebagai intoleransi. Terlepas dari pernyataan aparat  yang menyatakan bahwa itu bukan intoleransi, namun sikap menjauhi keyakinan lain dan mengutamakan keyakinannya sendiri adalah bentuk intoleransi.

Sikap dan peristiwa itu seharusnya tidak ada lagi di negara ini. Mengingat kesadaran rakyat seharusnya sudah ada aware soal perbedaan. Ada perbedaan etnis, bahasa lokal, keyakinan, perbedaan warna kulit sampai perbedaan geografis yang sedemikia besar.

Perbedaan ini hal mendasar di negara kita karena terbentuk dan dibentuk sejak awal dengan perbedaan. Majapahit adalah non muslim, namun mereka juga menerima orang muslim dengan baik. Kemudian muslim berkembang dan diterima oleh non muslim dengan baik juga.

Sehingga sudah sewajarnya jika kita saling menghargai satu sama lain. Dengan menghargai yang lain dan teguh terhadap apa yang diyakini, maka sikap intoleran seperti di Kulon Progo bisa dihindari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun