Mohon tunggu...
eli kristanti
eli kristanti Mohon Tunggu... Guru - Guru Bahasa Inggris

suka fotografi dan nulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Radikalisme di Kampus dan Keresahan Seorang Guru

21 November 2017   22:07 Diperbarui: 21 November 2017   23:48 946
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pada bulan Mei lalu, seorang dosen (guru) fakultas Teknik Universitas Gajah Mada (UGM) bernama Bagas Pujilaksono berkirim surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo. Yang menarik adalah, surat itu berisi keprihatinan Doktor itu terhadap bangsa Indonesia, khususnya dunia pendidikan terhadap paham radikal dan anti-Pancasila.

Dalam surat tersebut Bagas meminta Presiden melindungi pelajar dan mahasiswa Indonesia dari paham radikal yang dia sebut sebagai paham yang sesat di sekolah-sekolah dan kampus. Dalam surat itu dia menggambarkan bagaimana kondisi dunia pendidikan yang sangat radikal, intoleran, menggerogoti ideologi negara Pancasila dan keutuhan Indonesia.

Bagas berharap radikalisme di sekolah dan perguruan tinggi harus dihentikan karena pemuda dan siswa sekolah adalah masa depan bangsa. Bagas berharap Negara harus hadir dan bertanggungjawab penuh demi masa depan anak bangsa. Menurutnya, negara harus tegas dan keras soal Pancasila dan NKRI.

Jika kita telaah, surat Doktor Bagas luar biasa, bukan karena dari seorang dosen (guru) kepada Presiden, tetapi Bagas mampu melihat dan menilai apa yang terjadi di sekelilingnya sebagai sesuatu yang salah dan harus ditemukan langkah-langkah penanggulangannya. Surat Bagas adalah cerminan keresahannya.

Bagas menyadari bahwa suasana sekolah (baca : kampus) tidak sesuai lagi dengan suasana yang seharusnya. Bagas bisa menilai bahwa suasana kebatinan UGM yang merupakan perguruan tinggi tertua di Indonesia harusnya jauh dari paham-paham radikal tersebut. Bagas tidak ingin institusi pendidikan dan otak mahasiswa terkotori dengan paham radikal.

Fenomena radikalisme dipastikan tidak hanya terjadi di UGM saja, tapi di beberapa kampus dan banyak sekolah di Indonesia. Radikalisme bisa mengubah cara pandang seseorang  tidak saja terhadap lingkungan sekeliling sampai bagaimana dia memandang  Indonesia sebagai Bangsa dan Negara.

Solusi yang ditawarkan Bagas dalam suratnya itu antara lain yaitu memberi muatan kebangsaan pada kurikulum pendidikan kurikuler dan ekstra-kurikuler di sekolah-sekolah negeri. Menurutnya dari TK sampai SMA kurikulumnya harus berwawasan kebangsaan dan menjauhkan diri dari paham radikal. Pancasila dan NKRI harus kembali digaungkan secara konsisten. Mereka juga harus dibekali pengetahuan sejarah yang memadai. Bagas juga memberi masukan bahwa negara harus mengawasi guru-guru agama yang mengajarkan agama di sekolah-sekolah agar mereka tetap pada koridor kebangsaan Indonesia.

Terlepas dari soalan kontroversial, surat Doktor Bagas harus menjadi bahan renungan kita semua. Bahwa bagaimanapun anak-anak sebagai generasi muda harus diselamatkan dari paham-paham radikal. Begitu juga para guru harus dibersihkan juga dari paham yang tidak selaras dengan pondasi bangsa. Kurikulum harus diberi muatan-muatan anti radikalisme dan wawasan kebangsaan secara maksimal.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun