Oleh: Elie Mulyadi (www.eliemulyadi.com)
Penulis buku “Berani Bermimpi”, “Shopaholic Insyaf”, “Rezeki Nomplok”, dll
Pada zaman dulu kala, beberapa abad sebelum masehi, tersebutlah seorang ahli komunikasi di negeri Tiongkok, namanya Lu Jun. Suatu hari ia mendatangi jamuan pesta di istana kerajaan. Lu Jun ingin menasihati sang baginda agar menjadi raja yang rajin dan kuat. Ia pun bercerita kepada bagindanya, tentang kisah empat orang raja terdahulu.
“Hai Baginda, tahukah anda kisah tentang Raja Shun? Ia disuguhi minuman anggur oleh putrinya. Anggur itu sangat enak sehingga sang raja pun mabuk. Sejak saat itu sang raja berhenti minum anggur. Dia bilang, suatu hari generasi mendatang akan kehilangan tahta akibat mabuk minum anggur.
“Tahukah pula anda kisah tentang Raja Qi? Ia disuguhi masakan daging yang sangat lezat oleh koki terhebatnya. Ia makan dan ketiduran sampai pagi. Sejak saat itu ia menolak makan daging. Dia bilang, suatu hari generasi mendatang akan kehilangan kerajaan akibat makanan lezat.
“Tahukah anda kisah Raja Jing? Ia diberi hadiah wanita cantik sehingga lalai melaksanakan tugas kerajaan selama tiga hari. Sejak saat itu ia tidak mau wanita cantik, dan bilang bahwa suatu hari generasi mendatang akan kehilangan tahta gara-gara menyukai perempuan cantik.
“Lalu tahukah anda kisah Raja Chu? Suatu hari dia mendaki paviliun di atas puncak gunung. Di bawahnya ada pemandangan alam, terutama danau yang sangat indah. Saking indahnya pemandangan, raja tersebut tak memperhatikan langkah kakinya dan hampir terpeleset jatuh ke danau. Sejak saat itu ia tidak mau mendaki lagi, dan bilang bahwa suatu hari generasi mendatang akan kehilangan kerajaan gara-gara tertarik pada pemandangan alam.
Lu Jun pun mengakhiri ceritanya. “Demikianlah kisah empat raja terdahulu. Nah sekarang Baginda sedang minum anggur yang memabukkan, makan daging yang lezat, ditemani wanita cantik, dan berdiri di atas paviliun yang di bawahnya terhampar pemandangan indah. Tidakkah semua hal itu cukup untuk membuat anda kehilangan kerajaan?”
Sang raja pun langsung tersadar, dan menuruti nasihat Lu Jun. Ia meninggalkan kesenangan yang sedang dinikmatinya dan kembali pada tugas-tugasnya sebagai seorang raja.
Sahabat, apa yang bisa kita petik dari kisah di atas? Ternyata tidak sulit ya untuk membujuk orang agar mau menuruti keinginan kita, bahkan jika ia seorang raja. Kita bisa mempengaruhi siapa saja asalkan kita tahu caranya. Pendekatan yang dilakukan Lu Jun dalam cerita di atas adalah dengan menggunakan dongeng sejarah, bukan dengan menyuruh atau melarang. Bayangkan bila Lu Jun melakukan cara biasa, dengan menyuruh atau melarang sang raja. Misalnya, “Hai Baginda, hentikan pesta, anda harus kembali mengerjakan tugas kerajaan!” atau “Hai Baginda, jangan senang-senang melulu, ingat anda harus bersiap-siap mempertahankan kerajaan yang akan diserang musuh!”
Apakah sang raja akan menurut? Tentu tidak! Bukannya menurut, sang raja malah akan marah dan mungkin memenggal kepala Lu Jun. “Siapa elu berani nasihatin gue!” begitu kira-kira murka sang raja.
Dalam keseharian banyak kesempatan ketika kita ingin agar orang lain melakukan apa yang kita mau. Bila anda seorang bos, tentu ingin agar anak buah menuruti perintah, bukannya malas dan membantah. Bila anda orang tua, tentu ingin agar putra-putri anda menjadi anak baik dan manis, tidak bandel dan bengal. Bila anda suami/istri, tentu ingin pasangan tetap mencintai dan menjadi teman hidup yang ideal. Bila anda guru, pasti ingin agar murid serius belajar agar menjadi pintar, tidak ngantuk, ngobrol, atau sibuk dengan hape di dalam kelas. Bila anda pelaku bisnis, pasti ingin agar orang-orang membeli produk anda, mau investasi di bidang anda, menjadi pelanggan atau klien yang setia. Dan sebagainya.
Menyuruh atau melarang memang cara termudah untuk dilakukan, tetapi tidak akan berhasil dalam jangka panjang. Bisa saja ketika seseorang melakukan pelanggaran , misalnya buang sampah sembarangan, anda bilang, “Hei jangan buang sampah disitu dong!” atau “Buang sampah pada tempatnya dong!” Orang itu kemungkinan besar akan menurut. Tetapi di kesempatan lain, ketika tidak ada orang yang melarang, dia akan tetap membuang sampah sembarangan. Itulah kenapa kita sering melihat papan pengumuman yang bernada kasar sekalipun, misalnya “Dilarang buang sampah di sini!” dengan disertai tanda tengkorak bersilang, atau “Yang buang sampah berarti monyet!” tetap saja sampah menumpuk di sekitar situ. Itu karena suruhan atau larangan tidak berarti apapun. Tidak bisa mempengaruhi orang sampai ke dasar hati. Perlu pendekatan inter personal untuk membuat orang mau melakukan sesuatu, termasuk hal kecil semacam buang sampah di tempatnya.
Saya ingin bercerita tentang pengalaman saya membujuk teman saya agar mau percaya kepada Allah swt. Bagi yang pernah melihat halaman facebook saya, barangkali tidak asing dengan cerita ini. Dan bagi yang sudah membaca beberapa artikel saya sebelumnya, tentu tidak asing dengan teman saya asal Jepang ini. Ya, namanya Shigeru Sugiyama, usianya sekarang 21 tahun. Beberapa bulan lalu dia tidak percaya tuhan alias atheis, namun alhamdulillah sekarang sudah meyakini adanya Allah swt dan rajin belajar tentang islam. Dia ingin menjadi muslim ketika nanti sudah kembali ke Jepang, insya Allah saya ingin mengantarnya ke mesjid yang ada di sana, namun sekarang dia sudah sangat antusias belajar Islam. Dia juga sudah hapal beberapa surah pendek dalam Al Quran beserta artinya. Bahkan sudah belajar memakai sarung untuk shalat dan pergi ke mesjid meski jaraknya sangat jauh dengan letak kampus kami di kota Shanghai, Cina, saat ini.
Tentu tidak mudah membujuk Shigeru untuk percaya Allah, apalagi berharap dia masuk Islam. Dia tinggal dan besar di Jepang, di mana masyarakat mayoritas di sana tidak percaya tuhan. Hanya percaya diri sendiri, keluarga dan teman-teman. Tetapi karenadia sangat pintar, logikanya jalan, saya pun antusias dia bisa memahami konsep Islam dengan mudah. Sebab, Islam adalah agama yang sangat logis. Orang-orang pintar akan cepat memahami, tentu terkecuali mereka yang sombong dan tertutup pintu hatinya akan kebenaran.
Bulan Februari lalu, ketika saya berjalan-jalan keluar kota Shanghai bersama Shigeru, dia bilang bahwa dia tidak percaya tuhan. “Setelah kematian, tidak akan ada kehidupan, semuanya berakhir begitu saja,” begitu pendapatnya. Itulah kenapa saat orang-orang Jepang putus asa, mereka memutuskan untuk bunuh diri, karena percaya bahwa semua problem akan berakhir setelah mati. Angka bunuh diri di negeri Sakura memang sangat fantastis gara-gara atheis.
Saya tidak membantah Shigeru dengan berkata, “Pemikiranmu itu salah! Kamu harus percaya Tuhan.” Tidak! Namun saya bercerita padanya tentang pengalaman pribadi.
“Dulu waktu kecil, saya pun tidak percaya sama Allah. Tapi kemudian ada banyak hal yang membuat saya percaya. Pertama, ketika umur 6 tahun. Saat itu saya jatuh ke kolam. Tidak ada yang bisa menolong saya dari kematian. Namun tiba2 nenek saya menemukan saya, dia menolong saya hingga bisa hidup sampai detik ini. Saya berpikir, bagaimana nenek bisa tahu saya jatuh ke kolam? Dia kan sedang sibuk di dapur dan tentu tidak melihat saya. Tentu ada sebuah kekuatan yang membuatnya terpikir untuk menengok saya dan melihat ke arah kolam di mana saya tenggelam. Sejak saat itu saya yakin akan adanya Allah. Kedua, ketika seumur kamu, 20 tahun. Saya jatuh ke kolam untuk yang kedua kalinya. Saat itu saya tidak bisa bernapas, air sudah memenuhi jalan udara, saya sudah pasrah dan yakin kali ini akan mati. Tetapi tiba2 seseorang menolong saya dan selamat. Semakin yakinlah saya akan kekuasaan Allah.”
Banyak cerita yang saya kisahkan kepada Shigeru, karena kami sering bersama-sama. Hingga akhirnya dia percaya pada Allah swt. Tetapi dia bilang, “Saya percaya Allah, tapi nggak mau jadi muslim!” Saya tidak memaksanya. Tetapi mulai memberikan cerita-cerita indah tentang nabi Muhammad, ketulusan hati beliau dalam memperlakukan orang yang jahat sekalipun. Tidak hanya itu saja, saya pun mencari tahu apa yang disukai Shigeru. Dia sangat hebat dalam olahraga tenis meja, dan menjadi juara kedua terbaik di antara mahasiswa asing. Saya pun mendukungnya, menemaninya main tenis meja. Karena belum pernah main pingpong seumur hidup saya, saya pun belajar ke teman2 yang bisa. Saya mengundang juara tenis meja di kampus, seorang mahasiswa Cina namanya Johnny, untuk bertanding dengan Shigeru. “Kamu harus menang!” kata saya pada Shigeru, dan dia pun antusias melawan Johnny. Alhamdulillah dia menang. Karena hatinya senang, hidupnya penuh gairah, dia lebih terbuka mendengar cerita-cerita saya tentang Islam.
Kemudian saya tahu dia ingin main sepakbola. Dia masuk tim mahasiswa dari provinsi Xinjiang yang beragama Islam, melawan tim mahasiswa dari Afrika. Karena orang Afrika sangat ahli dalam sepakbola, Shigeru pun berlatih serius. Saya menemaninya sepakbola di malam hari dalam cuaca dingin. Lucu juga karena seumur hidup saya belum pernah main sepakbola, dan saya wanita berhijab, orang tentu merasa heran kenapa saya main sepakbola hehehe. Yeah, demi Shigeru mau memenuhi keinginan saya untuk jadi seorang muslim, saya pun mau melakukan apa keinginannya. Ketika timnya kalah, saya pun menghiburnya. Dia merasa sangat dekat dengan saya karena selalu berada di sampingnya di saat butuh sandaran.
Setelah main tenis meja, sepakbola, basket ball, satu lagi keinginanya adalah ingin punya tubuh berotot seperti Johnny, teman baik kami. Oke, saya pun menemaninya ke gym, hampir setiap hari. Saya ikut mencoba beberbagai alat di gym, termasuk untuk body building. Tak peduli orang-orang memandang heran, kok cewek berhijab ada di gym. Tak peduli tulang sendi sakit-sakit akibat latihan pembentukan otot. Hahaha mungkin lama-lama saya akan berubah jadi wanita berotot. Tidak apa-apa, demi membujuk Shigeru masuk Islam.
Ketika kita berbuat baik kepada orang lain, memahami dan mendukungnya semampu kita, insya Allah dia pun akan mau mendengarkan kita. Melarang atau menyuruh bukan cara yang tepat untuk membuat orang mau melakukan apa yang kita mau. Saya pun pernah melakukan cara yang keliru. Contohnya bulan Februari yang lalu, Shigeru marah-marah kepada saya dan tidak mau traveling bersama saya lagi. Dia bilang, “Aku capek gara-gara kamu terus menerus bilang nggak mau makan babi! Aku benci kamu melarang saya makan babi! Babi itu kan makanan kesukaanku! Babi itu enak! Kamu nggak berhak melarang saya!” Kaget banget ketika melihat dia marah. Saya pun tahu bahwa cara yang saya lakukan salah. Akhirnya saya mengubah strategi, yaitu menjadi teman yang baik baginya, tidak melarang2 dia, tetapi hanya dengan memberi contoh lewat cerita-cerita yang indah tentang Islam. Akhirnya dua bulan kemudian, dia tiba-tiba mengatakan sesuatu yang di luar dugaan. “Hei Molly, entah kenapa sekarang aku malas makan babi. Dulu rasanya enak, tapi sekarang kalau lihat babi saya jadi enek. Mungkin karena saya selalu makan di kantin muslim bersama kamu, saya jadi tidak suka babi lagi.”
Saya sungguh gembira dengan perubahannya. Dan paling bahagia lagi ketika dia membuat pengakuan bahwa dia ingin menjadi muslim. Saat itu saya berkata padanya, “Hari ini kamu kok kelihatan ganteng banget.” Dia menjawab sambil tersenyum, “Mungkin karena aku mulai menjadi seorang muslim?” Rasanya kebahagiaan saya luar biasa. Dan lebih bahagia lagi karena dia ingin menjadi muslim bukan atas paksaan, melainkan hasil pemikiran yang mendalam. Dia selalu memikirkan alasan dibalik ajaran Islam, tidak mau menerima begitu saja. Ketika saya mengatakan suatu ayat, misalnya, dia menyimak artinya dalam-dalam. Dia bertanya, atau mencari jawabannya sendiri di internet, juga tidak segan mengkritik bila tidak setuju. Oleh sebab itu diskusi dan dialog sangat penting untuk membuatnya berpikir, percaya, dan akhirnya menerima.
Karena Shigeru sudah mau menjadi muslim, dan belajar Islam minimal 30 menit sehari, tugas saya menjadi agak ringan. Insya Allah hanya tinggal menunggunya selesai studi di Shanghai, lalu kembali ke Jepang, menemukan masjid dan komunitas muslim di Jepang untuk mengucap syahadat di sana, karena dia ingin mengucap syahadat di negara kelahirannya. Mudah-mudahan Allah memberikan umur dan kesempatan itu. Maka saya pun mulai mengajarkan Islam kepada teman baik kami, seorang mahasiswa China asal provinis Shandong. Namanya Johnny. Dia pelatih basketball saya dan Shigeru. Orangnya ramah, perhatian, dan meskipun ganteng dan populer, dia tidak pacaran. Oleh sebab itu saya tertarik mengajarkan Islam padanya. Ketika saya menyampaikan niat ini kepada Shigeru, dia bilang, “Kamu pasti bisa. Tunjukkan karakter baikmu, dan ceritakan kisah-kisah yang indah padanya, insya Allah suatu hari dia akan menjadi muslim.”
Alhamdulillah. Tadinya saya mengajari Shigeru tentang Islam, sekarang Shigeru malah mendukung saya, dan menjadi teman curhat saya, dalam mengajarkan Islam kepada Johnny. Semoga Allah meridhoi upaya ini. Ya, seperti kepada Shigeru, saya tidak perlu mengajari Johnny dengan menyuruh atau melarang, melainkan dengan menjadi teman baik yang setia, yang selalu mau mendengar keluh-kesahnya, yang selalu berada di sampingnya saat dia membutuhkan, yang menasihatinya lewat dongeng dan cerita. Tentu sebagus apapun hasilnya nanti, bukan karena saya hebat, melainkan seratus persen atas kehendak Allah swt.
Nah, sahabat, selamat mencoba rahasia membujuk orang lain. Semoga berhasil, insya Allah!()
*Artikel ini dimuat di majalah Hidayah 2014.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H